Abstract:
Pada saat ini, kejahatan di bidang kehutanan terus berkembang, yang
mengakibatkan kerusakan hutan. Berbagai bentuk kejahatan di bidang kehutanan
dilakukan baik orang perorangan maupun korporasi. Salah satu kejahtaan di
bidang kehutanan adalah menggunakan kawasan hutan secara tidak sah,
sebagaimana hal tersebut telah dilakukan oleh korporasi dalam putusan Nomor
8/Pid.B/LH/2021/PN Unh. Adapun penelitian ini untuk mengetahui unsur-unsur
tindak pidana turut serta terhadap korporasi yang menggunakan kawasan hutan
secara tidak sah, bentuk pertanggungjawaban pidana korporasi yang turut serta
menggunakan kawasan hutan secara tidak sah, serta analisis putusan Nomor
8/Pid.B/LH/2021/PN Unh terhadap pertanggungjawaban pidana korporasi yang
turut serta melakukan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.
Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif,
sedangkan pendekatan menggunakan pendekatan perundang-undangan, sumber
data yang diambil dari data yang bersumber dari data sekunder yang diperoleh
yang diperoleh secara studi kepustakaan (library research. Kemudian, data diolah
dan dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif
Berdasarkan hasil penelitian bahwa unsur-unsur tindak pidana turut serta
terhadap korporasi yang menggunakan kawasan hutan secara tidak sah dapat
ditemui dalam Pasal 19 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan HutanBentuk
pertanggungjawaban pidana korporasi yang turut serta menggunakan kawasan
hutan secara tidak sah dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) model
pertanggungjawaban pidana korporasi, yaitu pengurus korporasi sebagai pembuat
dan penguruslah yang bertanggungjawab, Korporasi sebagai pembuat dan
pengurus bertanggungjawab, serta Korporasi sebagai pembuat dan juga sebagai
yang bertanggungjawab. Analisis Putusan Nomor 8/Pid.B/LH/2021/PN.Unh
terhadap pertanggung jawaban pidana korporasi yang turut serta melakukan
penggunaan kawasan hutan secara tidak sah, dimana menurut analisa yang
dilakukan bahwa sanksi hukuman yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim terhadap
Korporasi masih terlalu rendah dan tidak menimbulkan efek jera, Majelis Hakim
menjatuhkan pidana kepada Terdakwa PT. Bososi Pratama dengan pidana denda
sejumlah Rp 7.000.000.000,00 (tujuh miliar rupiah), seharusnya Majelis Hakim
dapat juga menjatuhkan pidana tambahan yang berupa perehabilitasian kawasan
hutan yang sudah rusak akibat kegiatan pertambangan yang dilakukan terdakwa,
sebagaimana pada dasarnya pidana denda dijatuhkan tidak dapat memberikan
kemanfaatan pada kawasan hutan yang telah dirusak oleh terdakwa, sehingga
putusan yang dijatuhkan hakim belum sepenuhnya menerapkan prinsip yang adil.