Research Repository

Pemaksaan Perkawinan Oleh Wali Mujbir Dalam Perspektif Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Pidana Islam

Show simple item record

dc.contributor.author Matondang, Abwabar Rezqi
dc.date.accessioned 2023-11-23T07:25:51Z
dc.date.available 2023-11-23T07:25:51Z
dc.date.issued 2023-09-08
dc.identifier.uri http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/22639
dc.description.abstract Perkawinan paksa terjadi bukan atas dasar keinginan dari pihak-pihak di dalamnya, namun perkawinan tersebut terjadi dikarenakan adanya paksaan yang mana sudah seharusnya suatu perkawinan didasarkan atas suka sama suka dari kedua belah pihak baik laki-laki maupun perempuan. Dengan adanya Undang undang No.12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), maka pemaksaan perkawinan tersebut menjadi salah satu bentuk tindak pidana kekerasan seksual dan diancam dengan sanksi pidana maupun denda.berkaitan dengan adanya hak ijbar pada wali yang mana hak ijbar atau memaksa dalam Islam ini dimaknai sebagai petunjuk, pembimbingan dan juga arahan seorang wali terhadap anaknya agar menikah dengan pasangan yang sesuai dan sederajat dengan anak. Berdasarkan hal tersebut perlu untuk mengetahui bentuk kekerasan seksual dalam perspektif Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Hukum Pidana Islam bentuk kekerasan seksual dalam perspektif Hukum Pidana Islam dan akibat pemaksaan perkawinan dikaitkan dengan kekerasan seksual dalam persepektif Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Hukum Pidana Islam. Penelitian ini adalan yuridis normatif dengan pendekatan komperatif (comparative approach). Pendekatan ini dilakukan dengan membandingan sistem hukum seperti, Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Hukum Pidana Islam. Berdasarkan hasil penelitian kawin paksa merupakan hal yang cukup lazim didengar dan dapat ditemukan dibeberapa adat kebiasaan disuatu daerah. Adapun kawin paksa sering kali diterapkan pada kasus-kasus tertentu seperti menjadi korban pelecehan seksual, hamil diluar nikah, perjodohan dan lain sebagainya. Perkawinan paksa berkaitan dengan adanya hak ijbar pada wali yang mana hak ijbar atau memaksa dalam Islam ini dimaknai sebagai petunjuk, pembimbingan dan juga arahan seorang wali terhadap anaknya agar menikah dengan pasangan yang sesuai dan sederajat dengan anak perempuan itu. Penerapan hak ijbar tidak bisa dilakukan sembarangan harus dengan konsisten sesuai ketentuan fiqih yang harus dipastikan tidak ada pemaksaan bagi perempuan dalam pekawinan, semua mazhab diatas sepakat akan kemerdekaan anak untuk menetukan pasangan hidupnya sendiri, walupun dikalangan mazhab Syafi’i dan ulama lain memberikan hak ijbar kepada ayah dan kakek namun syarat yang ditentukan tidak ada unsur paksaan. Orang tua wajib mencegah terjadinya perkawinan apabila dirasa perkawinan tersebut justru akan mengakibatkan hal-hal negatif bagi calon mempelai. Orang tua memikul tanggung jawab sepenuhnya atas segala akibat negatif dari perkawinan anak-anaknya. Penting adanya UU TPKS salah satunya adalah untuk melindungi khususnya perempuan dan anak-anak Indonesia, dan juga menyelamatkan masa depan mereka, apalagi di era globalisasi yang sudah serba canggih ini, banyak sekali rasanya jika masih berpikiran tradisional mengenai perkawinan en_US
dc.publisher UMSU en_US
dc.subject Tindak Pidana en_US
dc.subject Kekerasan Seksual en_US
dc.subject Pemaksaan Perkawinan en_US
dc.title Pemaksaan Perkawinan Oleh Wali Mujbir Dalam Perspektif Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Pidana Islam en_US
dc.type Thesis en_US


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search DSpace


Browse

My Account