Abstract:
Judicial review dan sedikit diskursus konseptualnya dalam hukum, baik di
Negara-negara Eropa Kontinental, ataupun Amerika Serikat. Umumnya, judicial
review dapat dipandang sebagai salah satu sarana untuk menjamin hak-hak
kenegaraan yang dimiliki seseorang warga Negara pada posisi diametral dengan
kekuasaan pembuatan peraturan. Penjaminan hak tersebut identic dengan
pembatasan potensi kesewenangan penguasa dalam logika kausalitas yang tidak
dapat dipisahkan. Di sinilah konsep konstitusionalisme dapat dilihat secara
konkret. Secara harfiah, judicial review dapat diartikan sebagai proses pengujian
produk perundang-undangan terhadap perundang-undangan yang lebih tinggi,
yang pada akhirnya berpuncak pada konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian
hukum Normatif disebut juga penelitian hukum doctrinal. Sebagaimana dirujuk
oleh Terry Hutchinson bahwa penelitian hukum doctrinal adalah penelitian yang
memberikan penjelasan sistematis aturan yang mengatur suatu kategori hukum
tertentu, menganalisis hubungan antara peraturan menjelaskan daerah kesulitan
dan mungkin memprediksi pembangunan masa depan.
Identifikasi tentang kewenangan Mahkamah Agung untuk memutuskan
Putusan Nomor 20 P/HUM/2017 teridiri dari 3 (tiga) aspek yang akan di analisis.
Kewenangan Mahkamah Agung sebagai lembaga yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman termasuk pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan
di Indonesia. Hak uji materiil pada prinsipnya adalah suatu hak atau kewenangan
yang dimiliki oleh lembaga yudikatif untuk melakukan pengujian mengenai sah
atau tidaknya suatu peraturan perundang-undangan terhadap peraturan perundang undangan yang tingkatnya lebih tinggi. Proses pemilihan pimpinan DPD yang
dilaksanakan pada tanggal 4 April 2017 dinilai memiliki cacat hukum. Hal ini
karena pelaksanaan pemilihan tersebut tidak lagi memiliki dasar hukum karena
peraturan yang dijadikan dasar pemilihan itu sudah dibatalkan oleh MA melalui
Putusan Nomor 38P/HUM/2017 dan Nomor 20P/HUM/2017. Atas putusan yang
dikeluarkan Mahkamah Agung tersebut juga mengakibatkan ketidakpuasan
beberapa anggota DPD RI yang pada akhirnya berakibat pada sidang paripurna
DPD RI. Putusan yang telah dikeluarkan tersebut maka seharusnya DPD RI harus
patuh terhadap aturan hukum dan tidak melakukan pemilihan pimpinan baru pada
periode tahun 2014-2019, dan berlakunya kembali Peraturan Nomor 1 Tahun
2014 tentang Tata Tertib DPD RI.