Abstract:
Pasal 2 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia (UU POLRI), Menyatakan bahwa “fungsi kepolisian adalah
salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan
ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayom dan pelayanan
kepada masyarakat”. Dalam rengka menjalankan tugasnya, aparat kepolisian
kerap sekali disorot karena banyaknya kasus dimana polisi dituduh menggunakan
kekuatan yang berlebihan dan bahkan di luar hukum. Terlebih, jika kepolisian
melakukan tindakan penembakan terhadap pelaku kejahatan, apalagi bila sampai
berakibat dengan hilangnya nyawa seseorang atau mengakibatkan kematian.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan pemahaman tentang kewenangan,
faktor yang mempengaruhi, serta mekanisme kepolisian dalam melakukan
tindakan tembak di tempat.
Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif, dengan sumber
data yaitu data yang bersumber dari hukum islam, serta data sekunder yang terdiri
dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Alat
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi offline dan studi
online.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa kepolisian berwenang untuk
melakukan tindakan tembak di tempat terhadap pelaku kejahatan. Dasar hukum
tindakan tembak di tempat yaitu KUHP Pasal 49; UU No. 2 Tahun 2002 Pasal 16
ayat 1 huruf i, Pasal 16 ayat 2, Pasal 18 ayat 1; UU No. 39 Tahun 1999 Pasal 29
ayat 1, Pasal 30; KUHAP Pasal 5 ayat 1 huruf a angka 4, Pasal 7 ayat 1 huruf j;
Perkap No. 1 Tahun 2009 Pasal 5 ayat (1); serta Perkap No.8 Tahun 2009 Pasal
45,47,48. Faktor yang mempengaruhi kepolisian untuk melakukan tindakan
tembak di tempat yaitu berdasarkan situasi di lapangan dan berdasarkan
karakteristik pelaku kejahatan. Mekanisme tindakan tembak di tempat diawali
dengan peringatan, tembakan peringatan, dan tembakan ke bagian tubuh pelaku
kejahatan.