Abstract:
Pada prakteknya, kegiatan pengangkutan udara tidak terlepas dari
permasalahan, khususnya permasalahan yang dapat menimbulkan kerugian
terhadap konsumen Masalah mengenai barang bawaan penumpang sangat
menarik dan mendasar, hal ini dikarenakan sering ditemui kasus-kasus yang
merugikan penumpang. Dari sudut pandangan hukum khususnya hukum perdata
masalah perlindungan hukum terhadap barang bawaan penumpang sangat erat
kaitannya mempunyai hubungan hukum dengan penumpang atau pengangkut.
tanggungjawab pihak maskapai atas kerusakan barang penumpang di kabin,
apabila dilihat secara regulasi sudah jelas namun kenyataan sering tanggungjawab
maskapai dalam memberi ganti rugi kepada penumpang tidak dilaksanakan, hal
ini tentunya sangat merugikan penumpang sebagai konsumen maskapai. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui hubungan hukum penumpamh dengan pihak
maskapai, untuk mengetahui kriteria kerusakan barang penumpang di bagasi
pesawat, untuk mengetahui pertanggungjawaban masakapai terhadap barang
penumpang di bagasi pesawat.
Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian normative, yang
bersifat deskriptif dan terdiri dari data sekunder, alat pengumpul data studi
dokumen dan menggunakan analisis kualitatif
Hasil penelitian menyatakan hubungan hukum antara penumpang dan
maskapai dilandasi Pasal 140 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009
Tentang Penerbangan dan dari landasan tersebut penumpang berhak mendapatkan
hak keamanan atas barang di bagasi. Pihak maskapai selaku pelaku usaha wajib
memberikan hak-hak konsumen dalam hal pengangkutan udara yakni menjamin
amannya barang di kabin pesawat. Karena hal ini merupakan kewajiban Pelaku
usaa sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2009
Tentang Perlindungan Konsumen Kriteria kerusakan barang penumpang di bagasi
pesawat apabila sudah tidak sesuai dapat diajukan ke maskapai atau kepengadilan.
Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban maskapai terhadap kerusakan barang
penumbang di bagasi pesawat merupakan tanggungjawab pihak maskapai hal ini
tercantum di dalam Pasal 144 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang
Penerbangan. Namun dalam hal ini penumpang harus membuktikan kerusakan
barangnya untuk mendapat ganti rugi. Padahal Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2009 Tentang Penerbangan menganut pertanggungjawaban mutlak.