Abstract:
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga Negara dalam rumpun
kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi. KPK lahir berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya diatur secara konkrit melalui
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
sebagai Undang-Undang lembaga tersebut. Salah satu keistimewaan KPK yang masih
terjaga hingga sebelum perubahan Undang-Undang KPK Nomor 19 tahun 2019
adalah rekor 100% conviction rate atau 100% kemenangan di persidangan. Salah satu
hal yang mendukung pencapaian rekor tersebut adalah karena KPK tidak berwenang
mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Hal ini diakomodasi
dengan baik dalam UU KPK yang lalu berlaku, karena salah satu pertimbangan untuk
tidak memberikan KPK kewenangan mengeluarkan SP3 adalah potensi
penyalahgunaan kewenangan dalam pengeluaran SP3.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Kewenangan Komisi
Pemberantasan Korupsi Untuk Menghentikan Penyidikan dan Penuntutan. Jenis
penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan pendekatan penelitian
perundang-undangan (Statute Approach) melalui data sekunder dengan cara
mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan
hukum tersier.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa dalam kewenangan oleh KPK untuk
menghentikan penyidikan dan penuntutan dengan toleransi waktu tertentu
mengandung dilematis. pembatasan waktu pemrosesan KPK justru akan mempersulit
kinerja KPK itu sendiri. Lalu, sangat mungkin penghentian penyidikan dan
penuntutan berdasarkan karena subyektifitas KPK. Terakhir, akar dari semua masalah
adalah penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power dengan segala kekuatan untuk
melakukan penyidikan dan penuntutan dan kewenangan lain yang diamanatkan oleh
Undang-undang kepada KPK. Selain itu, jikalau pengaturan kewenangan ini
sekiranya ratio legis dengan kebutuhan institusi maka terkait dengan pengaturan
mengenai batas waktu 2 (dua) tahun dalam hal penerbitan SP3 oleh KPK justru secara
nyata tidak mengandung nilai keadilan bagi negara dan masyarakat sehingga dalam
penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi oleh KPK dalam menerbitkan SP3
tidak perlu adanya batasan waktu pada Pasal 40 ayat
(1) UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK dan tetap mengacu kepada Pasal 109 Ayat
(2) KUHAP.