Abstract:
Banyaknya terjadi tindak pidana pencurian di tengah-tengah masyarakat
Indonesia maka membuat rasa cemas dan takut akan kehilangan harta benda yang dimiliki,
oleh karena nya upaya penegakkan hukum oleh Lembaga Kejaksaan harus juga
dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan professional oleh para penegak hukum, sehingga
JPU sebagai apparat penegak hukum dalam menangani perkara pidana pencurian harus juga
mampu membuktikan dalil dakwaanya dihadapan Majelis Hakim.
Menjadi perumusan masalahnya ialah bagaiamana analisis Putusan dengan
pencurian pemberatan dalam Putusan Nomor:504/Pid.B/2020/PN SRH, dan bagaimana
kewenangan Jaksa dalam upaya pembuktian tindak pidana pencurian dengan pemberatan,
serta bagaimana penerapan hukum tindak pidana pencurian dengan pemberatan dalam
Putusan Nomor:504/Pid.B/2020/PN.Srh.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah penelitian
hukum normatif, sebagai pisau analisisnya menggunakan teori pembuktian, kewenangan dan
penegakkan hukum.
Ketentuan hukum tindak pidana pencurian yang diperberat diatur di dalam
ketentuan Pasal 363 KUHP kategori perbuatan pencurian yang dapat diperberat karena
situasi saat dilaksanakannya pencurian, seperti mencuri hewan ternak, mencuri pada saat
huru-hara, mencuri dalam waktu malam, mencuri lebih dari satu pelaku, dan mencuri
dengan membongkar rumah. Dan Kewenangan Jaksa dalam upaya pembuktian tindak
pidana pencurian dengan pemberatan, adalah sebagai pejabat fungsional yang diberi
wewenang oleh undang undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain
berdasarkan undang-undang, serta pertimbangan Hakim dalam tindak pidana pencurian
dengan pemberatan putusan Nomor:504/PID.B/2020/PN.SRH, ialah kesemua unsur dari
Pasal 363 ayat (1) ke-1 dan ke-4 KUHP telah terpenuhi dan terdapat keyakinan Hakim akan
kesalahan terdakwa maka Terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan sebagaimana
didakwakan dalam dakwaan alternatif kesatu. Maka sebagai saran ialah Seharusnya aturan
terkait sanski pidana dalam tindak pidana pencurian dengan pemberatan harus ditambah
dengan ganti kerugian yang dialami korban, danm seharusnya Jaksa mampu mengupayakan
penyelesaian perkara pencurian melalui upaya restorative justice secara maksimal, sehingga
hukuman penjara menjadi solusi terakhir dalam penegakkan hukum; seharusnya Majelis
Hakim dalam meberikan putusan harus melihat dan menggali lebih dalam terkait adanya
kerugian yang dialami korban pencurian hewan ternak.