Abstract:
Ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak (UUSPPA), mengatur terkait dengan penyelesaian perkara anak
dengan mengedepankan asas restorative justice, dalam UUSPPA memberikan suatu
rumusan terkait dengan asas restorative justice, dengan melibatkan keseluruhan pihak-pihak
yang terlibat dalam suatu permasalahan anak, tujuannya adalah untuk menyelesaikan suatu
permasalahan agar dapat mencapai suatu keadilan yang proporsional.
Menjadi perumusan masalahnya ialah bagaimana kebijakan hukum pidana terhadap
anak berhadapan dengan hukum dalam tindak pidana pencurian, dan bagaimana pengaturan
restorative justice terhadap anak berhadapan dengan hukum, dalam tindak pidana pencurian,
serta bagaimana upaya Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai dalam menerapkan restorative
justice terhadap anak berhadapan dengan hukum, dalam tindak pidana pencurian.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah penelitian yuridis
empiris, sebagai pisau analisisnya menggunakan teori penegakkan hukum, restorative
justice, dan treatment.
Hasil penelitiannya ialah terkait dengan kebijakan hukum pidana terhadap ABH dalam
tindak pidana pencurian, ialah anak yang berusia kurang dari 12 tahun diduga melakukan
tindak pidana hanya diberi penanganan penyerahan kembali kepada orang tua/wali, atau
pembinaan dan pembimbingan di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, dan
Pengaturan restorative justice terhadap ABH, sebagaimana Pasal 1 ayat 6 UUSPPA
menjelaskan Restorative justice sebagai penyelesaian perkara tindak pidana dengan
melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, untuk mencari penyelesaian yang adil
dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, serta upaya Kejari Sergei
dalam menerapkan restorative justice terhadap ABH, berdasarkan Pasal 7 Ayat (2) UUSPPA
merumuskan Diversi wajib diupayakan pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan perkara anak di Pengadilan Negeri, upaya tersebut meliputi melaksanakan
musyawarah diversi dengan menghadiri korban dan anak yang berhadapan dengan hukum
serta tokoh masyarakat. Maka sebagai saran ialah Seharusnya dalam kebijakan hukum
pidana terhadap anak berhadapan dengan hukum pemerintah harus mampu membuat
peraturan yang membuat anak tidak akan mengulangi lagi perbuatanya seperti hukuman
sosial yang ramah anak, dan seharusnya kesempatan dalam melaksanakan waktu
musyawarah diversi tidak dibatasi dengan waktu 30 hari, dikarenakan waktu tersebut sangat
singkat dan akibatnya para penegak hukum kesulitan dan musyawarah diversi tidak berjalan
dengan maksimal, serta seharusnya pada setiap kantor instansi penegak hukum yang akan
melaksanakan musyawarah diversi harus memiliki ruangan ramah anak, dan tidak lagi
dilaksanakan diruangan yang memberikan kesan formal yang dapat mengganggu sikologis
anak.