Abstract:
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam
adat Gayo, perkawinan pada masyarakat Kecamatan Bukit masih sakral dengan
adat istiadatnya, yaitu terdapat adat larangan pernikahan sekampung, kerena
menganut sistem perkawinan eksogami. Apabila terdapat pasangan yang
melanggar hukum adat ini harus melaksanakan hukum parak, hukuman parak
itu sendiri adalah mengharuskan pelakunya untuk meninggalkan kampung
halaman dan tidak diizinkan kembali ke kampung halamannya minimal selama
satu tahun.
Penelitian dalam skripsi ini berjenis Penelitian hukum empiris dengan
menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statue
approach) dan bersifat deskriptif analitis untuk menggambarkan suatu kondisi
atau keadaan yang sedang terjadi atau berlangsung yang bertujuan agar dapat
memberikan data seteliti mungkin mengenai objek penelitian termasuk juga
melakukan penelitian lapangan dengan cara melakukan wawancara kepada
narasumber yang kompeten guna memperoleh bahan-bahan atau data-data
yang konkrit mengenai “Larangan Perkawinan Sekampung Pada Masyarakat
Adat Gayo Dalam Perspektif Hukum Perkawinan (Studi Di Kecamatan Bukit,
Kabupaten Bener Meriah”
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pembahasan yang penulis
temukan adalah sebagai berikut: pertama, larangan perkawinan satu kampung
merupakan larangan yang sudah ada sejak dulu dan masih tetap ada hingga saat
ini. Kedua, larangan pernikahan sekampung di Kecamatan Bukit Kabupaten
Bener Meriah tidak sesuai dengan aturan larangan perkawinan pada Kompilasi
Hukum Islam pasal 39 sampai pasal 44 yang melarang perkawinan kerena
senasab, karena semenda dan karena sepersusuan, ketentuan ini juga sesuai
dengan larangan perkawinan dalam Al-Qur’an dan hadits. Akibat hukum
terhadap pasangan yang melanggar larangan perkawinan sekampung harus
melaksanakan hukum parak.