Abstract:
Begitu pentingnya tanah bagi kehidupan manusia sehingga tidak mengherankan apabila setiap manusia ingin memiliki atau menguasainya yang berakibat timbulnya berbagai masalah pertanahan atau konflik pertanahan di Indonesia. Permasalahan tanah ini terkadang juga menimbulkan kejahatan terhadap tanah yang kerap kali dapat menimbulkan perselisihan antar perorangan. Hal ini lebih disebabkan oleh karena ketersediaan tanah yang ada dan terbatas jumlahnya tidak sebanding dengan kebutuhan manusia yang semakin hari semakin tinggi nilai pemenuhan akan penggunaan tanah tersebut. Hal ini menimbulkan terjadinya ketimpangan sosial/ ketidak seimbangan di dalam pemenuhannya sehingga kejahatan terhadap tanah dapat sering terjadi di tengahtengah kehidupan masyarakat. Istilah kejahatan di bidang pertanahan sebenarnya bukanlah istilah baru dalam hukum pidana, tetapi merupakan istilah yang sama dengan kejahatan pada umumnya sebagaimana yang diatur dalam buku II KUHP. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah, Bagaimana penerapan unsur pidana terhadap perbuatan hukum berupa menjual dan menggadaikan tanah milik orang lain seperti dimaksud dalam pasal 385 KUHP, Mengapa terjadi petunjuk Jaksa pada Kejati Sumut terhadap penyidik Ditkrimum Polda Sumut terkait dengan pengembalian berkas perkara dengan penambahan unsur pasal 385 KUHP, Apakah akibat hukum pelaksaan petunjuk Jaksa yang dilakukan oleh Kejati Sumut sesuai dengan Pasal 385 KUHP berdasarkan pada Badan Pembinaan Hukum Nasional.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan metode pendekatan hukum normatif (yuridis normatif) dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data berupa studi dokumen
dan penelusuran kepustakaan, Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Pertanggungjawaban Pidana, Teori Kepastian Hukum dan Teori Keadilan.
Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa Penerapan unsur pasal terhadap perbuatan melawan hukum berupa menjual dan menggadaikan tanah milik orang lain seperti yang di maksud dengan pasal 385 Kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sama halnya dengan penerapan dan penerjemahan dalam pasal lainnya yang ada dalam Kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP), namun dalam hal kasus ini, terjadi penambahan unsur pasal yang sejatinya tidak di benarkan dalam regulasi yang ada di Indonesia. Berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor B-230 / E / Ejp / 01 / 2013 dan berdasarkan hasil supervise dan eksaminasi khusus maupun hasil penelitian terhadap laporan pengaduan masyarakat, penanganan perkara tindak pidana umum yang objeknya berupa tanah menunjukan trend dan eskalasi yang meningkat. Dasar terbitnya petunjuk jaksa atupun kebijakan pada institusi kejaksaan ialah Undang undang No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dan Kitab undang undang Hukum Acara Pidana yang terdapat dalam pasal 110. Tindakan penyidik dalam menghadapi petunjuk jaksa adalah kordinasi aktif antara jaksa dengan penyidik, kordinasi aktif ini di anggap perlu sehingga terciptanya kondisi yang harmonis dalam melakukan penyidikan dan penuntutan. Jaksa dalam menerima berita acara pemeriksaan (BAP) tidak hanya sekedr menerima berkas dari penyidik, perlu adanya kordinasi aktif antara penyidik kepolisian Republik Indonesia dengan Penuntut Umum.