Abstract:
Penimbunan adalah perbuatan yang mengumpulkan barang-barang
sehingga barang tersebut menjadi langkah di pasaran kemudian menjualnya
dengan harga yang sangat tinggi sehingga warga setempat sulit untuk
menjangkaunya. Hal ini bisa dipahami bahwa apabila tersedia sedikit barang maka
harga akan lebih mahal. Apalagi jika barang yang ditimbun itu merupakan
kebutuhan primer manusia seperti bahan makanan pokok. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui pengaturan hukum penimbunan bahan pokok oleh pelaku usaha
menurut hukum Islam dan hukum positif Indonesia, penentuan kriteria perbuatan
penimbunan bahan pokok oleh pelaku usaha menurut hukum Islam dan hukum
positif Indonesia, serta pertanggungjawaban hukum penimbunan bahan pokok
oleh pelaku usaha menurut hukum Islam dan hukum positif Indonesia.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, adapun yang
dimaksud dengan jenis penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum
kepustakaan karena dalam penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara
meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder saja. Sedangkan pendekatan
penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, adapun yang
dimaksud dengan pendekatan perundang-undangan adalah menelaah semua
undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang
diketengahkan. Sifat penelitian yang digunakan termasuk dalam kategori
deskriptif analisis, analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
metode analisis yang bersifat kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa pengaturan hukum penimbunan bahan
pokok oleh pelaku usaha menurut hukum Islam disebut Ihtikar sebagaimana
tertulis dalam Al-Quran, Hadits, dan Pendapat rata-rata para ulama. Kemudian
dalam Hukum Positif Indonesia diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2014 tentang Perdagangan. Penentuan kriteria apabila dilihat dari konteks
jenis barang yang tidak diperbolehkan dalam Ihtikâr adalah pada semua jenis
bahan makanan dan bahan pada yang pada saat itu dibutuhkan masyarakat dan
begitu juga di dalam hukum positif melarang menimbun pada bahan pokok dan
barang penting. Pertanggungjawaban hukum penimbunan bahan pokok oleh
pelaku usaha menurut hukum Islam dan hukum positif Indonesia seperti yang
dikemukakan Ibn Taimiyah bahwa Pemerintah berwenang memaksa pelaku
Ihtikar tersebut untuk menjual barangnya dengan harga normal (qimah mishi).
Bahkan menurutnya muhtakir diharamkan mengambil untung dari penjual
tersebut karena barang tersebut sangat dibutuhkan masyarakat.