Abstract:
Indonesia merupakan sebuah negara yang dianugerahi oleh
keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Namun, kekayaan akan
keanekaragaman hayati di Indonesia menjadikan Indonesia sebagai salah
satu negara dengan angka perdagangan satwa yang dilindungi yang cukup
tinggi. Dewasa ini, tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi
bukan hanya dilakukan oleh orang dewasa saja tetapi juga dilakukan oleh
remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahu bentuk perbuatan remaja
pelaku perdagangan satwa yang dilindungi, faktor-faktor penyebab
perdagangan satwa yang dilindungi, serta upaya penanggulangan yang
dilakukan oleh pihak berwenang terkait perdagangan satwa yang
dilindungi.
Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis
normatif dengan pendekatan kasus yang memadupadakan bahan-bahan
hukum dengan data sekunder yang diperoleh. Kemudian, mengolah data
dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
tersier dengan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa kentuk kejahatan
perdagangan satwa yang dilindungi ialah perbuatan perdagangan ilegal
satwa yang dilindungi yang dilakukan terhadap satwa yang berasal dari
kategori Appendix I dan dilakukan dengan tanpa adanya izin dari Menteri
Lingkungan Hidup dan tidak memenuhi syarat yang sudah ditetapkan oleh
BKSDA. Bentuk perbuatan yang dilakukan oleh remaja pelaku
perdagangan satwa yang dilindungi, sesuai dengan Putusan Nomor
1360/Pid.B/LH/2022/PN Lbp ialah memperdagangkan satwa yang
dilindungi berjenis Orang Utan (Pongo Abelii) senilai Rp. 23.000.000,-
(dua puluh tiga juta rupiah) dengan tanpa izin dan telah memenuhi semua
unsur dari Pasal 21 ayat (2) huruf a Jo Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang
Negara Republik Indonesia No. 5 Tahun 1990. Faktor pendorong remaja
pelaku kejahatan perdagangan satwa yang dilindungi ialah faktor
lingkungan yang mendukung serta orang-orang dalam pergaulannya yang
mengundang serta lemahnya penegakan hukum terhadap perdagangan
satwa yang dilindungi.