Abstract:
Pencemaran udara lintas batas atau pencemaran transnasional didefinisikan
sebagai polusi yang berasal dari suatu Negara tetap, dengan menyebrangi
perbatasan melalui jalur udara yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan di
Negara lain. ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution adalah suatu
aturan regional pertama di dunia yang mengikat kelompok Negara yang
berdekatan untuk mengatasi polusi asap lintas batas yang diakibatkan oleh
kebakaran lahan dan hutan. Adapun penelitian ini untuk mengetahui regulasi
terhadap pencemaran udara bersifat lintas batas Negara menurut hukum
Internasional, upaya Negara Singapura terhadap pencemaran udara akibat
kebakaran pada lalu lintas batas Negara, serta tanggung jawab Negara Indonesia
atas kebakaran hutan yang menimbulkan pencemaran udara pada wilayah lintas
batas negara.
Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif,
sedangkan pendekatan menggunakan pendekatan perundang-undangan, sumber
data yang diambil dari data yang bersumber dari data sekunder yang diperoleh
yang diperoleh secara studi kepustakaan (library research. Kemudian, data diolah
dan dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif
Berdasarkan hasil penelitian bahwa regulasi terhadap pencemaran udara
bersifat lintas batas Negara menurut hukum Internasional sepertihalnya
pemerintah Indonesia meratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze
Pollution. Upaya Negara Singapura terhadap pencemaran udara akibat kebakaran
pada lalu lintas batas Negara dengan melakukan upaya menggunakan regulasi
Transboundary Haze Pollution Act 2014 Singapore yang merupakan Undang Undang Nasional Singapura yang memberikan kewenangan bagi pemerintah
Singapura untuk mengadili pelaku pencemaran asap yang berasal dari entitas dan
organ yang berasal dari negara lain. Tanggung jawab Negara Indonesia atas
kebakaran hutan yang menimbulkan pencemaran udara pada wilayah lintas batas
Negara pada dasarnya mekanisme dari pertanggung jawaban negara tidak
tercantum dalam ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, maka
untuk menjelaskan permasalahan ini merujuk pada Draft Articles on State
Responsibility yang diadopsi oleh International Law Commission (ILC). Bentuk bentuk pertanggung jawaban tercantum dalam Draft Articles on State
Responsibility. Ganti rugi atau reparation diatur dalam pasal 31, sedangkan
bentuk-betuk ganti rugi dapat berupa Restitution, Kewajiban mengembalikan
keadaan yang dirugikan seperti semula, Compensation Kewajiban ganti rugi
berupa materi atau uang, Satisfaction Penyesalan, permintaan maaf secara resmi.