Abstract:
Covid 19 merupakan bencana global yang menyerang seluruh negara tidak terkecuali Indonesia. Dampak dari peristiwa tersebut meliputi banyak aspek termasuk dalam bidang ketenagakerjaan. Pengusaha tidak sedikit yang mengambil kebijakan untuk merumahkan atau melakukan karantina terhadap pekerja. Tidak jarang kebijakan tersebut dapat diterima oleh pekerja sehingga menimbulkan perselisihan hak antara pengusaha dan pekerja. Kebijakan pengusaha dalam melakukan pemutusan hubungan kerja sepihak kepada pekerja menginisiasi pekerja untuk mengajukan gugatan perselisihan hubungan industrial sebagaimana yang terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 336 K/Pdt.Sus-Phi/2021. Rumusan masalah dalam skripsi ini bagaimana hak-hak pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 336 K/Pdt.Sus-PHI/2021, bagaimana akibat hukum dilakukan pemutusan hubungan kerja atas dasar pandemi covid-19, Apa pertimbangan hukum hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 336 K/Pdt.Sus-PHI/2021.
Penulisan skripsi ini menggunakan metode telaah pustaka (library research) untuk mentelaah data-data sekunder. Jenis data penelitian ini adalah data sekunder. Bahan hukum primer dan sekunder disusun secara sistematis dan dianalisis secara kualitatif.
Kesimpulan dari pembahasan adalah hak-hak pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 336 K/Pdt.Sus-PHI/2021 adalah hak uang pesangon, hak uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak dan THR. Akibat hukum dilakukan pemutusan hubungan kerja atas dasar pandemi covid-19 adalah pengusaha wajib memberikan hak-hak pekerja sebagaimana hak-hak yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang antara lain adalah hak uang pesangon, hak uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak. Pertimbangan hukum hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 336 K/Pdt.Sus-PHI/2021 adalah hubungan kerja yang harmonis antara pengusaha dan pekerja sehingga PHK diambil sebagai solusi dari perselisihan tersebut. Pekerja tidak dapat dikualifikasikan sebagai PHK atas pengunduran diri sebab perhitungan hari yang menjadi acuan keliru karena turut menghitung hari sabtu dan minggu sebagai hari kerja. Surat peringatan I dan surat peringatan II merupakan bentuk indisipliner sehingga atas hal tersebut PHK dapat dibenarkan.