Abstract:
Pelanggaran tata cara berlalu lintas di wilayah perairan di Indonesia kerap
kali terjadi, padahal secara regulasi telah tegas mengatur baik di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Namun sanksi yang tidak optimal mempengaruhi penegakkan hukum tersebut.
Termasuk dalam hal Putusan Nomor 717/Pid.B/2021/Pn Btm yang menjatuhkan
Vonis kepada terdakwa dengan vonis 15 hari penjara dan denda Rp. 25.000.000
dimana dalam putusan tersebut tidak memperhatikan konsep pemidanaan dari sisi
keadilan masyarakat. tujuan dilakukannya penelitian ini adalah bentuk pelanggaran
tata cara berlalu lintas di wilayah perairan Indonesia dalam Putusan Nomor
717/Pid.B/2021/PN Btm, penerapan pasal atas pelanggaran tata cara berlalu lintas
di wilayah perairan Indonesia dalam Putusan Nomor 717/Pid.B/2021/PN Btm,
analisis hukum terhadap Putusan Nomor 717/Pid.B/2021/PN Btm.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif,
sifat penelitian deskriptif, kemudian sumber data yang digunakan data sekunder dan
Al-Islam, alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
dokumen dan menggunakan teknik analisis kualitatif.
Hasil penelitian menyatakan bahwa bentuk pelanggaran tata cara berlalu
lintas di wilayah perairan Indonesia berbagai macam seperti: illegal logging,
pencemaran, dan pelanggaran hak lintas, maka dari itu diratifikasi Unclos 1982 dan
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran sebagai
pengaturan tata cara berlalu lintas wilayah perairan Indonesia Penerapan pasal atas
pelanggaran tata cara berlalu lintas di wilayah perairan Indonesia dalam Putusan
Nomor 717/Pid.B/2021/PN Btm yang diterapkan adalah Pasal 193 Ayat 1 poin a Jo
317 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaranan namun sanksi
pidana tidak diterapkan secara maksimal. Analisis hukum terhadap Putusan Nomor
717/Pid.B/2021/PN Btm yang menjatuhkan Vonis 15 hari penjara dan denda
Rp.25.000.000 dan dapat diganti dengan pidana kurungan selama 15 hari, dengan
pertimbangan Nakhoda tidak tahu hukum bertentangan dengan prinsip equality
before the law, sehingga Vonis tersebut tidak sesuai dengan prinsip pemidanaan,
sebagaimana dijelaskan oleh Barda Nawawi Arif bahwa pemidanaan memulihkan
keseimbangan serta mendatangkan rasa aman dan damai dalam masyarakat.