Abstract:
Salah satu hal yang dapat memengaruhi perkembangan mental
anak adalah ketika kedua orang tuanya bercerai. Perceraian
menimbulkan dampak yang negatif terhadap anak terutama yang
terakit dengan nafkah anak. Dalam ketentuan agama Islam maupun
peraturan perundang-undangan meskipun telah bercerai, si ayah tetap
wajib memberikan nafkah terhadap anaknya. Salah satu hak anak
yang tidak boleh dilepaskan oleh orang tuanya terutama ayahnya
adalah hak nafkah si anak, yang meliputi biaya makan, kesehatan,
pendidikan dan lain sebagainya. Putusan hakim Pengadilan Agama
Bukittinggi mewajibkan si ayah tetap memberikan nafkah terhadap
anaknya meskipun si ayah telah berpisah dengan ibu si anak.
Kenyataannya putusan hakim tersebut banyak yang tidak
dilaksanakan oleh si ayah dengan berbagai macam alasan dan factor faktor.
Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, dengan pendekatan
kasus (case approach). Penelitian ini bersifat desktiptif. Sumber data
penelitian ini adalah data sekunder yang dibantu dengan wawancara
dengan hakim Pengadilan Agama Bukittinggi.Alat pengumpul data
penelitian ini adalah studi dokumen (library research).Untuk
menganalisis data penelitian ini maka digunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dan diuraikan
secara jelas dalam penulisan skripsi ini, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa masih banyak suami/pemohon/tergugat rekonvensi
yang tidak membayarkan kewajibannya berupa nafkah anak pasca
putusnya perkawinan mereka di Pengadilan Agama Bukittinggi. Jika
dilihat dari aparatur penegak hukumnya sudah bagus, karena hakim
sudah memutuskan perkara sesuai dengan undang-undang yang
berlaku dan sudah mempertimbangkan kemampuan suami untuk
membayar dalam membuat putusan, namun kurang tegasnya sanksi
untuk si ayah yang tidak melaksanakan putusan tersebut.