Abstract:
Maisir (perjudian) masih dilakukan masyarakat di Kabupaten Aceh Tenggara
sampai dengan sekarang, salah satu bentuk penyimpangan sosial dan dilarang
dalam hukum Islam yang diatur pada Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir (perjudian). Dalam proses upaya penegakan
hukum pidana (criminal law enforcement process), yang dilakukan pengadilan
Mahkamah Syar’iyah di Kabupaten Aceh Tenggara.
Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis empiris yang bersifat deskriptif
dengan menggunakan data sekunder dilakukan studi kepustakaan yang didukung
data primer di lapangan melalui wawancara dengan Bapak Suherdi, S.Ag selaku
Panitera Mahkamah Syar'iyah Aceh Tenggara yang dapat memberikan informasi
mengenai bahan hukum yang sedang diteliti.
Faktor seseorang melakukan tindak pidana maisir, dikarenakan kebutuhan
ekonomi, kebiasaan maupun hiburan di kalangan masyarakat tersebut. Maka
dilakukannya upaya penanggulangan melalui sosialisasi penegakan hukum
tentang pengawasan tempat hiburan, tempat beribadah, dan pemberdayaan
kebutuhan ekonomi masyarakat tersebut. Hal yang menyebabkan angka maisir
masih tinggi khususnyadi Aceh Tenggara antara lain karena penegakan hukumnya
yang belum maksimal, dimana aparat penegak hukum baik itu dari pihak
Mahkamah Syar'iyah Aceh Tenggara maupun Polres Aceh Tenggara masih
mempunyai beberapa hambatan. Maisir terjadi dikalangan masyarakat yang
menyangkut kebiasaan atau dikatakan kasus maisir golongan kecil sehingga tidak
bisa diangkat di pengadilan Mahkamah Syar'iyah dan berakhir hanya di Polres
Aceh Tenggara saja.