Abstract:
Kasus Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dari tahun ke tahun selalu
mengalami kenaikan. Ditemukannya berbagai macam kasus korupsi yang
menyeret pejabat publik dalam instansi pemerintahan ataupun dari kalangan
swasta. kasus tindak pidana korupsi dilakukan secara bersama-sama berdasarkan
studi putusan Mahkamah Agung Nomor 1054 K/Pid.Sus/2019. Terdakwa
LUANNA WIRIAWATY selaku Direktur PT Djaya Bima Agung yang ditunjuk
sebagai pemenang lelang kegiatan Pengadaan susuk KB II Batang Tiga Tahunan
Plus Inserter T.A 2014 di Direktorat Bina Kesehatan Keluarga Berencana Jalur
Pemerintah pada Deputi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN,
bersama-sama dengan saksi YENNY WIRIAWATY selaku Presiden Direktur PT
Triyasa Nagamas Farma sekaligus Pemegang saham PT Djaya Bima Agung dan
saksi KARNASIH TJIPTANING, S. Kom., MPH selaku Pejabat Pembuat
Komitmen (masing-masing dilakukan penuntutan terpisah).
Penelitian ini bertujuan untuk Untuk Mengkaji Pengaturan Tindak Pidana
Korupsi Yang Dilakukan Secara Bersama-Sama Berdasarkan Ketentuan Hukum
Yang Berlaku Di Indonesia. Untuk Mengkaji Mekanisme Pembuktian Terbalik
Didalam Tindak Pidana Korupsi dan Untuk Menganalisis Secara Yuridis Sanksi
Hukum Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Secara Bersama-Sama Putusan
Mahkamah Agung Nomor 1054 K/Pid.Sus/2019. Metode penelitian ini
menggunakan penelitian normatif dengan jenis data yang terdiri dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Hasil penelitian ini Mahkamah Agung telah keliru menerapkan pasal 2 ayat
(1) kepada terdakwa dalam perkara aquo, menurut pendapat penulis perbedaan
antara pasal 2 dan pasal 3 undang-undang 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana
Korupsi, yaitu dalam Pasal 3, pelaku bisa dijerat jika mempunyai kewenangan,
sedangkan Pasal 2, setiap orang yang dimaksud dalam pasal lebih luas dan umum.
Selanjutnya judex juris telah keliru dengan tidak menerapkan pasal 64 KUHP.
Saran dalam penelitian ini adalah seharusnya mahkamah agung dalam
menjatuhkan putusan dalam perkara aquo harus memperhatikan antara pasal 2 dan
pasal 3 undang-undang 31 Tahun 1999 dan seharusya legislatif dapat
memperbaiki pasal 2 dan pasal 3 dengan cara menggabungkan menjadi satu pasal
saja.