Abstract:
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Pasal 4 menjelaskan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku. Namun pada kasus tindak pidana korupsi pembangunan RSUD Nias Selatan dikeluarkan surat perintah pemberentihan penyidikan oleh Penyidik karena terduga pelaku telah mengembalikan kerugian keuangan negara sesuai dengan laporan dari BPK RI. Berdasarkan hal tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan pelaku tindak pidana korupsi yang telah mengembalikan kerugian keuangan negara, unsur permulaan pidana terhadap kasus pengembalian kerugian keuangan negara dalam hukum Indonesia, dan pertanggungjawaban pidana terhadap tersangka pidana korupsi terhadap pengembalian kerugian keuangan negara.
Penelitian ini menggunakan jenis dan pendekatan yuridis normatif yang menggunakan bahan hukum utama dengan cara menelaah pengertian, perbandingan, dan menganalisis yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana terhadap tersangka pidana korupsi terhadap pengembalian kerugian keuangan negara. Data yang telah dikumpulkan kemudian dijabarkan dengan menggunakan model deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan unsur-unsur yang harus terpenuhi sebelum perbuataan seseorang dikategorikan sebagai percobaan tindak pidanatertuang dapat dilihat dalam pasal 53 ayat (1) antara lain adanya niat, permulaan pelaksanaan dan tidak selesainya Pelaksanaan bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Pasal 4 menjelaskan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku. Namun pada kasus tindak pidana korupsi pembangunan RSUD Nias Selatan terduga pelaku telah mengembalikan kerugian negara ke kas negara/kas daerah yang dilakukan dalam tenggang waktu 60 hari sejak laporan BPK RI disampaikan sehingga berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara maka surat perintah pemberentihan penyidikan yang dikeluarkan oleh penyidik dalam hal ini Kejaksaan Tinggi sah dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan pendapat bahwa tidak terdapat cukup bukti dan tidak memenuhi unsur kerugian negara sesuai dengan pasal yang disangkakan pada terduga pelaku tindak pidana korupsi pada perkara ini.