Abstract:
Sebagai aparatur negara yang diberi amanat untuk mengayomi masyarakat, maka segala tindakannya pastilah berkaitan erat dengan masyarakat serta rawan terjadinya konflik kepentingan. Sifat umum dan luas dari kepentingan publik bisa berseberangan dengan kepentingan pribadi atau kelompok yang bersifat khusus. Dalam keadaan demikianlah ASN dituntut untuk bertindak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan aparatur sipil negara dalam undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara, dan untuk mengetahui kedudukan aparatur sipil negara rangkap jabatan komisaris BUMN, serta untuk mengetahui implikasi hukum yang timbul dari jabatan rangkap aparatur sipil negara menjadi komisaris BUMN.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normative atau penelitian kepustakaan (library Research) yang bersifat deskriptif, yaitu memaparkan data-data mengenai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang merangkap jabatan sebagai komisaris di BUMN berdasarkan Undang-Undang No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan implikasi hukum yang ditimbulkan dari jabatan rangap tersebut. Metode analisis yang digunakan penulis dalam penelitian ini ialah metode analisis yuridis kualitatif.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa 1) Pegawai ASN berkedudukan sebagai unsur aparatur negara, dimana Pegawai ASN melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan Instansi Pemerintah, dan Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan. 2) Seorang pejabat publik yang memiliki jabatan rangkap sebagai komisaris BUMN diharuskan memiliki standar loyalitas, motivasi, dan kewajiban yang berbeda terhadap dua entitas tersebut. 3) Dampak yang timbul akibat jabatan rangkap aparatue sipil negara menjadi komisaris BUMN diantaranya yaitu berdampak pada terjadinya konflik kepentingan, penempatan jabatan yang tidak sesuai dengan kompetensi dan kapabilitasnya, penghasilan ganda, mengurangi performa kerja.