Abstract:
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif yang bersifat
deskriptif, menggunakan pendekatan perundang-undangan (State Approach).
Pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research), data
dalam penelitian ini bersumber dari data kewahyuan dan data sekunder dengan
menggunakan analisa kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Talak tiga di luar pengadilan menurut
hukum Islam adalah sah begitupun dengan perspektif mazhab Syafi’I. Karena dalam
hukum Islam (Al-Quran dan Hadis) tidak ada yang mengatur jika talak harus diucapkan
di depan pengadilan. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal
39 tegas mengatakan perceraian atau talak harus dilakukan di depan persidangan, hal ini
dimaksudkan agar mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Adapun Akibat hukum
talak tiga yang menurut hukum islam diantaranya hubungan antara keduanya adalah asing
dalam arti harus berpisah tidak boleh saling memandang apalagi bergaul sebagai suami
istri lagi, sebagaimana yang berlaku antara dua orang yang saling asing; keharusan
memberi mut’ah, berlaku atas istri yang dicerai ketentuan iddah; dan pemeliharaan
terhadap anak atau hadhanah. Di dalam hukum nasional, karena praktik perceraian atau
talak di luar pengadilan tidak di akui maka secara otomatis tidak berakibat hukum
apapun. Sementara itu Talak tiga menurut perspektif hukum islam dalam hal ini termasuk
mazhab Syafi’I didasarkan oleh Surat al-Baqarah ayat 230 dan juga Surat al-Thalaq ayat
1. Menurut Mazhab Syafi’I sahnya talak tidak harus diproses melalui pengadilan,
melainkan syarat sahnya talak terletak pada terpenuhinya rukun talak. Sedangkan
kepastian hukum talak tiga berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, terdapat
dalam pasal 38 sampai 40.