Abstract:
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bentuk-bentuk kejahatan
seksual terhadap anak diantaranya adalah menekan anak untuk melakukan
aktivitas seksual, mempertunjukkan alat kelamin orang dewasa terhadap anak,
menampilkan hal bersifat pornografi, melakukan hubungan seksual dengan anak anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak (kecuali untuk kebutuhan medis),
melihat atau memegang alat kelamin anak sebagai sarana seksualitas, atau
menggunakan anak untuk memproduksi pornografi. Perlindungan hukum anak
terhadap kejahatan seksual sesuai dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014
adalah perlindungan dalam bentuk fisik, psikis, mental dan kesehatan. Kebijakan
hukum pidana terhadap perlindungan bagi anak sebagai korban kejahatan seksual
dapat dilakukan dengan penal policy dan non penal policy. Penal policy adalah
upaya yang dilakukan apabila perbuatan kejahatan seksual terhadap telah terjadi
dengan cara menerapkan sanksi kepada pelaku kejahatan seksual, penal policy
juga dapat diartikan sebagai upaya represif. Sedangkan non penal policy
merupakan upaya pencegahan sebelum terjadinya kejahatan seksual terhadap
anak, atau dapat diartikan sebagai upaya reventif.