Abstract:
Penangguhan penahanan dengan jaminan orang adalah keadaan dimana
seorang tersangka dapat keluar dari rumah tahanan sebelum batas waktu
penahanannya berakhir dengan cara memohon dan mengadakan suatu perjanjian
perdata antara penjamin yang bersedia menanggung segala resiko jika tersangka
melarikan diri dengan instansi berwenang yang menahan tersangka. Namun
penangguhan penahanan tidak berarti si tersangka bebas dari tahanan, tetapi
penahanannya ditangguhkan asalkan tersangka dan penjamin menyanggupi
persyaratan yang telah diatur dalam ketentuan terkait. Penangguhan penahanan ini
diatur dalam Pasal 31 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tidak jelas dan
tidak tegas serta kaku sehingga pelaksanaannya dilapangan sering menimbulkan
dilema baik dari tata cara, jaminan, hingga kewenangan instansi yang menahan
tersangka sering terindikasi terjadinya penyalahgunaan wewenang. Tujuan
penelitian ini untuk mengkaji pengaturan hukum dan pelaksanaan serta mengkaji
bagaimana hambatan dan upaya hukum terhadap penangguhan penahanan dengan
jaminan orang yang diajukan oleh tersangka tindak pidana penganiayaan di
Satuan Reskrim Kepolisian Resor Kota Medan.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum empiris atau penelitian
hukum lapangan yang mengambil data primer dengan melakukan wawancara dan
data sekunder dengan mengolah data dari bahan hukum primer,bahan hukum
sekunder dan tersier.
Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa pada dasarnya penangguhan
ini merupakan hak dari setiap tersangka karena tidak ada aturan atau regulasi yang
membatasinya namun hak penangguhan ini tidak mutlak harus dipenuhi oleh
instansi yang menahan tersangka karena haruslah berasal dari inisiatif tersangka
itu sendiri untuk memperjuangkan haknya dengan berbagai cara dalam
mendapatkan penangguhan penahanan. Undang- undang tidak mengatur mengenai
alasan penangguhan penahanan dan memberikan kebebasan serta kewenangan
yang sangat penuh dan mutlak kepada instansi yang yang menahan tersangka
untuk mengabulkan atau tidak suatu permohonan penangguhan penahanan yang
diajukan oleh tersangka dengan penilaian yang sangat subjektif dan cenderung
menganut sistem kedekatan emosional antara instansi dengan tersangka sehingga
dianggap penangguhan penahanan ini sering memicunya perbuatan suap ataupun
nepotisme, yang seharusnya untuk menegakkan hukum yang berkeadilan hal-hal
tersebut tidak terjadi di Indonesia.