Abstract:
Kegentingan yang memaksa memiliki pengertian yang multitafsir dan
menjadi wewenang dari Presiden untuk menafsirkan kegentingan yang memaksa
tersebut dalam pembentukan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.,
dalam menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, harus ada
batasan yang objektif mengenai kegentingan yang memaksa tersebut. Hal inilah
yang menjadi pokok pembahasan dalam tulisan ini, apa saja syarat agar suatu
keadaan dapat dikatakan sebagai kegentingan yang memaksa. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui Kedudukan Hukum Kebijakan Ikhwal Kegentingan
Memaksa Dengan Pemberlakuan Perppu. Syarat Ikhwal Kegentingan Yang
Memaksa Dalam Proses Pembentukan Perppu, dan Konsistensi Ihwal
Kegentingan Memaksa Dalam Pembentukan Perppu.
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah meotde
penelitian Yuridis Normatif, suatu metode yang dilakukan dalam sebuah
penelitian yang dilakukan berdasarkan riset yang bersumber pada data
kepustakaan, sehingga didapati pengertian dan pemahaman atas kebijakan
peraturan perundang-undangan terkait dengan judul dan rumusan masalah dalam
penelitian. Dari penelitian dalam tulisan ini, ditemukan bahwa dalam Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 menyatakan bahwa kegentingan
yang memaksa harus memenuhi 3 (tiga) syarat yaitu adanya keadaan yaitu
kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat
berdasarkan undang-undang, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada
sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada undang-undang tetapi tidak
memadai dan kekosongan hukum.
Kewenangan untuk menanggulangi, mengatasi, dan mengelola keadaan darurat
terletak di tangan kepala negara. Di Indonesia yang menganut sistem presidentil,
kewenangan tersebut berada di tangan Presiden. Dasar kewenangan ini yang memberikan
hak presiden membentuk Perpu yang pada dasarnya berfungsi sebagai undang-undang.
Mekanisme Perpu menjadi undang-undang untuk memenuhi prinsip demokrasi
diperlukan persetujuan DPR, menjadi pertimbangan bahwa persetujuan DPR terhadap
Perpu tidak diperlukan. Perpu cukup diberlakukan dalam masa keadaan genting dan
memaksa atau dalam masa kedaruratan.