Abstract:
Hukum waris di Indonesia terdapat tiga jenis hukum yang mengaturnya
yakni hukum waris adat, hukum waris nasional, serta hukum waris Islam. Hukum
waris adat Batak Simalungun memakai sistem kekerabatan Patrilineal dalam hal
ini yang berhak menjadi ahli waris adalah pihak laki-laki sebagai pewaris utama.
Demikian yang terjadi pada masyarakat adat Batak Muslim Simalungun yang
tinggal di Kecamatan Gunung Maligas Kabupatan Simalungun. Pokok masalah
dalam penelitian ini adalah telah terjadi adanya Pergeseran Hak Waris Anak
Perempuan Dalam Masyarakat Adat Batak Muslim Simalungun Kecamatan
Gunung Maligas Kabupaten Simalungun. Pokok masalah tersebut selanjutnya
dibagi ke dalam beberapa submasalah sesuai dengan rumusan masalah skripsi
penulis.
Jenis penelitian yang dilakukan menggunakan hukum sosiologis atau
penelitian Yuridis Empiris, yang bersifat deskriptif analitis yang menggambarkan
serta menjelaskan struktur kekerabatan masyarakat adat Batak Muslim
Simalungun yang diambil dari data primer dengan melakukan wawancara serta
menyerbarkan angket dan data sekunder dengan mengolah data dari bahan hukum
primer bahkan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, yang dalam kaitannya
dengan kedudukan anak perempuan, kedudukan anak perempuan dalam hal
pembagian hukum waris pada masyarakat adat Batak Muslim Simalungun serta
pergeseran hak waris anak perempuan dalam masyarakat adat Batak Muslim
Simalungun di Kecamatan Gunung Maligas Kabupaten Simalungun.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa benar telah adanya terjadinya
pergeseran hak waris terhadap ahli waris anak perempuan dalam masyarakat adat
batak muslim Simalungun di Kecamatan Gunung Maligas Kabupaten
Simalungun. Dalam hal terjadi pergeseran hukum waris adat ini terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhinya yakni karena adanya perkawinan campuran, rasa
kasih sayang orang tua, faktor agama, faktor lingkungan serta faktor ekonomi.
Dengan terjadinya pergeseran hak waris adat tersebut mengakibatkan anak
perempuan dalam masyarakat Adat Batak Muslim mendapatkan kedudukannya
sebagai ahli waris dari orang tuanya, meskipun telah terjadinya pergeseran
tersebut bukan berarti anak perempuan dianggap dapat meneruskan marga orang
tuanya atau dapat menggantikan posisi kedudukan anak laki-laki dalam keluarga.