Abstract:
Dalam menegakkan Negara Hukum, maka segala produk Hukum baik pusat maupun daerah tidak boleh bertentangan dengan Konstitusi, maka untuk mengkoreksi jika ada produk hukum yang bertentangan dengan konstitusi dapat disebelsaikan melalui Judicial Review. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan Legal Standing pemohon dalam pengujian Undang-undang dan memahami beracara pengujian Undang-undang di Mahkamah Konstitusi serta, mendalami konstitensi dan pandangan Hakim Mahkamah Konstitusi pada Putusan Perkara Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
Tipe Penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif, yaitu penelitian yang didasarkan pada penelitian kepustakaan dengan menggunakan pendekatan terhadap masalah-masalah yang diteliti dengan cara meninjau dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan menggunakan bahan hukum lainnya. Sumber hukum dilengkapi dengan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dari referensi-referensi (buku, kamus hukum, jurnal ilmia), dan diolah berdasarakan teori-teori hukum yang sehingga diperoleh rumusan ilmiah untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa Kedudukan Hukum bercara di mahkamah Konstitusi dalam membuat sebuah permohonan Pengujian Undang-undang harus terpenuhinya Legal Standing sebagai pemohon yang dimana hanya mereka yang benar-benar dengan kepentingan hukum saja yang boleh menjadi pemohon dan boleh mengajukan gugatan. Saat Legal Standing terpenuhi maka permohonan seseorang dapat diterima dan melangsungkan proses beracara pengujian Undang-undang di Mahkamah Konstitusi, namun hal tersebut tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan hakim untuk meyakinkan sebuah permohonan dapat diterima, perlu adanya bukti-bukti yang konkret dan juga pernyataan yang mendukung bukti-bukti yang ada. Pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi Dalam Putusan Nomor: 91/PUU-XVIII/2020 terkait Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta kerja dinyatakan Cacat Formil dan Materil dan diputus dengan Inkonstitsional Bersyarat. Jika dalam tenggang waktu dua tahun pemebentukan Undang-undang tidak menyelesaikan perbaikan maka Undang-undang yang lama berkaitan dengan Cipta Kerja akan diberlakukan kembali. Pandangan tersebut tentu tidak semua hakim menyetujuin nya, empat hakim memiliki pandangan berbeda dengan beralasan tahapan dibentuknya Undang-undang Cipta Kerja sudah sangat baik dan cermat dari aspek filosofis, sosiologis maupun pertimbangan Yuridis.