Abstract:
Salah satu penyebab utama dalam gugatan pengasuhan anak dikarenakan
adanya orang tua yang murtad. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
aturan tentang hak asuh anak, akibat yang timbul apabila kedua orang tua anak
murtad dan kaitannya dengan hak asuh anak serta kajian terhadap hak asuh anak
yang kedua orang tuanya murtad (Studi Putusan Pengadilan Agama Nomor
1056/Pdt.G/2017/PA. Mdn).
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Sumber data
dalam penelitian ini adalah data hukum Islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah, dan data
sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan
hukum tertier. Alat yang dipergunakan untuk pengumpulan data dilakukan melalui
studi kepustakaan (studi dokumentasi).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Aturan hukum tentang hak
asuh anak (hadhanah) terutama yang kedua orang tuanya murtad diatur secara
khusus dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menjelaskan mengenai peran
orang tua dalam hal hak asuh anak, pada Pasal 77 ayat 3 yang berbunyi “Suami
isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik
mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan
agamanya”. Akibat dari kedua orang tua yang murtad terhadap hak asuh anak
adalah pencabutan hak asuh anak dari orang tuanya. Berdasarkan kajian yuridis
terhadap studi Putusan Nomor 1056/Pdt.G/2017/PA.Mdn mengenai sengketa Hak
Asuh Anak (Hadhanah), dimana putusan tersebut dimenangkan oleh Para
Penggugat dan menetapkan Hak Asuh Anak (hadhanah) Para Penggugat dan
mencabut Hak Asuh Anak (hadhanah) dari Tergugat dan Turut Tergugat. Putusan
tersebut sudah tepat dan benar, sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal
156 yang menyatakan bahwa: “Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat
menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan
hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan
Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang
mempunyai hak hadhanah pula”. Putusan tersebut juga sudah adil dengan
menetapkan hak asuh anak (hadhanah) kepada para penggugat namun hal itu tidak
serta merta memutus hubungan antara anak tersebut dengan orang tua kandungnya
dan juga tidak menghilangkan kewajiban orang tuanya untuk membiayai hidup
anak tersebut dan ini berlaku sampai anak tersebut sudah mumayyiz atau sudah bisa
menentukan pilihannya sendiri sesuai dengan ketentuan Pasal 32 Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.