Abstract:
Pemberian kredit atau pembiayaan dilakukan berdasarkan prinsip syariah dalam
arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi
kewajiban sesuai dengan yang diperjanjikan. Hal ini merupakan faktor penting yang
harus diperhatikan oleh bank dalam mengurangi risiko kredit tersebut. Untuk
memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan
penilaian yang seksama terhadap nasabah debitor. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengkaji akibat hukum terhadap agunan rumah dari kredit bermasalah pada Bank
Syariah Indonesai (studi kasus pada KCP BSI Marelan).
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yuridis empiris yaitu dengan
mewawancari Consumer Relationship Manager Bank Syariah Indonesia KCP Marelan
sebagai bahan data primer serta mengolah data sekunder dari bahan hukum primer dan
bahan hukum tersier. Sifat penelitian ini adalah deskriptif yang merupakan penjelasan
terkait hasil analisis data yang telah diselesaikan sehingga berbentuk deskripsi.
Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa dasar hukum yang dibentuk untuk
memperkuat ketentuan hukum jaminan atau agunan antara lain ketentuan Pasal 1131
dan 1132 KUHPerdata, Pasal 1754 KUHPerdata, Pasal 1320 KUHPerdata, Pasal 1313
KUHPerdata, Pasal 1338 KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, Undang Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah serta Fatwa DSN-MUI
Nomor: 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang kafalah. Bentuk-bentuk kredit bermasalah pada
Bank Syariah Indonesia, yaitu kategori kredit bermasalah pada Bank Syariah Indonesia
adalah pada saat terjadinya resiko pembayaran macat, nasabah tidak dapat
menyelesaikan pembiayaan tersebut sesuai dengan perjanjian akad. Akibat hukum
terhadap agunan rumah dari kredit bermasalah pada Bank Syariah Indonesia cabang
Marelan, yaitu dengan melakukan penagihan secara langsung kepada nasabah, apabila
nasabah tidak mampu melakukan pembayaran mungkin ditawarkan untuk agunan
rumah dijual secara sukarela oleh nasabah. Mekanisme paling akhir yang dijalankan
setelah semua solusi untuk menyelesaikan pembiayaan nasabah tidak terealisasi, maka
dilakukan mekanisme lelang.