Abstract:
Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian yang menyebutkan bahwa anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia dapat menduduki jabatan di luar Kepolisian setelah mengundurkan diri
atau pensiun dari dinas Kepolisian. Rumusan masalah dalam skripsi ini adalah
bagaimanapengaturan tentang kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia
dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia, Bagaimana mekanisme pengangkatan
anggota Polri aktif sebagai penjabat kepala daerah, Bagaimana legalitas
pengangkatan anggota Polri aktif sebagai penjabat kepala daerah.
Penulisan skripsi ini menggunakan metode telaah pustaka (library
research) untuk mentelaah data-data sekunder. Jenis data penelitian ini adalah
data sekunder. Bahan hukum primer dan sekunder disusun secara sistematis dan
dianalisis secara kualitatif.
Kesimpulan dari pembahasan adalahPengaturan tentang kedudukan
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia
dapat ditemukan pada Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 2015 tentang Administrasi Pengakhiran Dinas Bagi Pegawai Negeri Pada
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Prosedur tersebut mengatur anggota polri
harus mengundurkan diri menurut UU Kepolisian dan Peraturan Kapolri dengan
istilah Pemberhentian Dengan Hormat Atas Permintaan Sendiri.Mekanisme
pengangkatan anggota Polri aktif sebagai penjabat kepala daerah sebagaimana
diatur dalam Pasal 28 Ayat (3) UU No 2 Tahun 2002 tentang Polri yaitu harus
mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. Penunjukan Polri aktif
menjadi penjabat Kepala Daerah menurut prosedur adalah ilegal karena Perintah
UU Pemilihan Kepala Daerah cq. Undang-Undang Aparatur Sipil Negara tidak
membolehkan penunjukan Polri yang sedang menduduki jabatan di Kepolisian
Negara RI yang tidak tergolong jabatan pimpinan tinggi madya untuk menjadi
penjabat Kepala Daerah.Legalitas pengangkatan anggota Polri aktif sebagai
penjabat kepala daerahmenurut sifat atau keadaan kedaruratannya adalah legal
karena disebabkan oleh adanya potensi ketidakstabilitasan dan adanya gelagat
kerawanan di beberapa Propinsi pada saat kampanye Pemilu dan adanya
provokasi isu berbau suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) yang
dikhawatirkan dimainkan oleh kelompok radikal di tahun politik.