Abstract:
Pita cukai merupakan bukti pembayaran cukai atas penjualan tembakau
berbentuk rokok kretek dan cigarette. Pengenaan cukai pada produk rokok telah
memberikan kontribusi yang sangat signifikan bagi negara, dan setiap tahunnya
penerimaan selalu melebihi target yang ditetapkan naik Peredaran rokok illegal
adalah suatu pelanggaran yang sudah lumrah dilakukan oleh pabrik atau
pengusaha rokok meskipun pihak Bea Cukai sudah melakukan tugasnya dengan
baik dan terstruktur dalam menangani hal tersebut namun tidak menutupi
kemungkinan pabrik atau pengusaha rokok masih tetap melakukan pelanggaran
tersebut. Tujuan penelitian ini Untuk mengetahui bagaimana bentuk pertanggung
jawaban terhadap tindak pidana perbuatan mengedarkan barang kena cukai berupa
hasil tembakau tanpa pita cukai.
Penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris, sumber data yang
digunakan adalah data primer dan data sekunder, dengan alat pengumpul data
untuk data primer adalah wawancara dengan narasumber di Kantor Pengawasan
dan Pelayanan Bea Dan Cukai Tipe Madya Pabean B Medan. Sedangkan untuk
data sekunder adalah studi dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian ini dipahami bahwa setiap orang yang
melakukan tindak pidana pengedaran barang kena cukai pelaku melanggar
ketentuan bidang cukai pasal 54 dan/atau pasal 56 Undang-Undang Nomor 39
tahun 2007. 18 kasus menggunakan pasal 54 dan pasal 56 karena telah
mengakibatkan potensi kerugian Negara. Dikenakan pasal 54 dan pasal 56
diharapkan agar sadar akan pentingnya mencegah peredaran barang illegal dalam
hal rokok ini, sehingga dapat menegakan hukum dibidang cukai dan menjaga serta
melindungi masyarakat dari perdagangan illegal. Pertanggungjawaban pidana
yaitu seseorang dinyatakan bersalah karena pada diri pembuat dinilai terdapat
pikiran yang salah, sehingga orang itu harus bertanggung jawab. Adanya
pertanggungjawaban pidana yang dibebankan kepada pembuat maka pembuat
harus dipidana.Hambatannya untuk menangani kasus pengedaran barang kena
cukai yaitu kendala untuk mencari orang yang paling bertanggung jawab karena
wilayah peredaran, ada namanya wilayah produsen misalnya di Jawa dan pihak
Bea Cukai kesulitan untuk mendapatkannya sampai ke akar-akarnya karena itu
kendala terdapat di biaya, waktu,dan lain sebagainya. Mungkin resistensi oknum
sehingga kesulitan untuk mendapatkan data.