dc.description.abstract |
Peredaran obat tanpa ijin edar yang terjadi di Indonesia khususnya di kota
medan, membuktikan masih perlunya perbaikan pengawasan obat dari serbuan
obat tanpa ijin edar. Membiarkan beredarnya obat tanpa ijin edar sama saja
dengan membiarkan masyarakat menghadapi resiko buruk, dengan membiarkan
masyarakat mengkonsumsi obat yang tidak aman.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada Pasal
106 ayat (1) menjelaskan bahwa semua sediaan farmasi dalam hal ini obat-obatan
yang boleh beredar di Indonesia harus mendapat izin edar. Dalam hal ini
pengawasan dan pemberian izin edar obat-obatan adalah Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM).
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pertanggungjawaban pidana
pelaku penjualan obat-obatan yang tidak terdaftar di Badan Pengawasan Obat dan
Makanan di dalam Putusan Nomor 2753/Pid.B/2013/PN. Mdn.Penelitian hukum
ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan metode pendekatan
empiris.
Berdasarkan hasil penelitian ini hakim memvonis terdakwa 1 bulan 15 hari
dan denda Rp. 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah), vonis ini terasa sangat ringan, jika
lihat dari ancaman hukuman yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang kesehatan dalam Pasal 197 yaitu berupa berupa hukuman
penjara maksimal 15 Tahun dan denda hingga Rp. 1.500.000.000,- (satu milyar
lima ratus juta rupiah). Belum lagi dampak yang ditimbulkan oleh obat yang
diperjual belikan tanpa ijin edar. Bagaimana dengan kondisi obat tersebut apakah
aman, berkhasiat/bermanfaat, dan bermutu untuk di konsumsi oleh masyarakat
sebagai konsumen |
en_US |