Abstract:
Pencemaran lingkungan akibat limbah pabrik kelapa sawit sering dilakukan
oleh korporasi atau badan hukum. Meskipun UU PPLH telah mengatur tentang
bentuk-bentuk sanksi hukum bagi korporasi, namun nyatanya pencemaran
lingkungan yang dilakukan tetap saja terjadi. Sanksi hukum bagi korporasi yang
terbukti melakukan tindak pidana pencemaran lingkungan antara lain penjara,
denda dan pidana tambahan, namun upaya penegakan hukumnya masih saja tidak
efektif dalam praktiknya. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1)
kebijakan hukum pidana terkait dengan korporasi yang terlibat dalam pencemaran
lingkungan akibat limbah pabrik kelapa sawit; 2) pertanggungjawaban pidana
terhadap korporasi yang melakukan pencemaran lingkungan akibat limbah pabrik
kelapa sawit; 3) upaya yang dapat dilakukan terhadap korporasi yang melakukan
pencemaran lingkungan akibat limbah pabrik kelapa sawit di masa depan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dengan pendekatan
perundang-undangan. Penelitian ini bersifat deskriptif. Sumber data penelitian ini
berasal dari data sekunder, dengan alat pengumpul data adalah studi dokumen
(library research). Untuk menganalisis data penelitian ini digunakan analisis data
kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa kebijakan hukum pidana
terkait dengan korporasi yang terlibat pencemaran lingkungan akibat limbah
pabrik kelapa sawit masih mengandalkan pemenjaraan sebagai hukuman bagi
korporasi dan pengurusnya, meskipun ada juga pidana denda yang diterakan
dalam UUPPLH. Bahwa pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi yang
melakukan pencemaran lingkungan akibat limbah pabrik kelapa sawit terletak
pada asas kesalahan yang menjadi pijakan teoritik sistem pertanggungjawaban
pidana sesuai dengan rumusan delik dalam ketentuan Pasal 98 hingga Pasal 115
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Bahwa upaya yang dapat dilakukan
terhadap korporasi yang melakukan pencemaran lingkungan akibat limbah pabrik
kelapa sawit di masa depan adalah dengan menerapkan sistem Deffered
Prosecution Agreements (DPA), dapat berupa pengakuan atas perbuatan yang
dilakukannya, pembayaran denda, penunjukan auditor independent sebagai
pengawas korporasi dalam jangka waktu tertentu, pemecatan pegawai tertentu,
serta pelaksanaan program pemenuhan kepatuhan korporasi.