Abstract:
Pelecehan seksual merupakan suatu kejahatan terhadap kesusilaan yang
terus berkembang di masyarakat dan terjadi di berbagai ruang. Ruang publik
seperti institusi Perguruan Tinggi juga turut menjadi tempat terjadinya pelecehan
seksual. Sebagaimana seharusnya bahwa ruang pendidikan menjadi tempat aman
karena dipenuhi oleh orang-orang berpendidikan dan berintelektual, ternyata tidak
berbanding lurus dengan perilakunya. Tenaga pendidik seperti seorang dosen
yang seharusnya menjadi pendidik generasi bangsa, justru menjadi penghancur
generasi bangsa itu sendiri. Relasi kuasa yang dimilikinya menyebabkan mampu
untuk melancarkan segala keinginannya tanpa kendala. Payung hukum yang
diharapkan dapat memberikan keadilan dan perlindungan bagi korban, nyatanya
tidak dihiraukan sedikitpun. Korban dibiarkan menderita atas segala dampak
pelecehan seksual yang diterimanya, sementara pelaku dibiarkan berkeliaran
bebas tanpa diberikan sanksi yang seharusnya diterima.
Penelitian ini dilakukan dengan jenis penelitian yuridis normatif yakni
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka yang
bersifat deskriptif (descriptive research) dengan menggunakan pendekatan
perundang-undangan (statue approach). Metode pengumpulan data yang
dilakukan adalah dengan penelitian kepustakaan (library research) dan data yang
diperoleh dala penelitian ini adalah bersumber dari data sekunder berupa studi
kepustakaan dengan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Analisis data
yang digunakan merupakan metode analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelecehan seksual di institusi
Perguruan Tinggi dapat terjadi karena disebabkan oleh Posisi Relasi atau Relasi
Kuasa, Ketidaksetaraan Gender, serta adanya Kesempatan (opportunity). Adapun
perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana pelecehan seksual di institusi
perguruan tinggi sebagaimana teori yang dikemukakan oleh Muchsin, bahwasanya
dapat dilakukan secara preventif dan represif. Secara preventif yakni dengan
diterbitkannya suatu peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan
Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi serta peraturan yang baru
disahkan yakni Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana
Kekerasan Seksual. Adapun secara represif dengan dilakukannya penegakan
hukum daripada upaya preventif yakni menyelesaikan permasalahan dengan
memberikan hak-hak korban yang seharusnya dan semestinya didapatkan oleh
korban, serta pemberian sanksi kepada pelaku tindak pidana sesuai peraturan yang
berlaku di Indonesia.