dc.description.abstract |
Perjanjian perkawinan hanya dapat dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan akan tetapi pasca keluarnya putusan MK, Pasal 29 UU Perkawinan ayat (1) penambahan frasa “…perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris”. Sebelum adanya putusan ini, pengesahan perjanjian perkawinan hanya dapat dilakukan oleh pegawai pencatat perkawinan. Akan tetapi pasca putusan MK, notaris juga diberikan kewenangan untuk mengesahkan perjanjian perkawinan.Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis tata cara pembuatan perjanjian perkawinan sebelum dan sesudah berlakunya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015, serta menganalisis kepastian hukum perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan terhadap pasangan suami istri pada kantor pencatatan perkawinan, dan menganalisis perlindungan hukum terhadap harta suami dan/atau istri akibat perjanjian perkawinan tidak didaftarkan pada kantor pencatatan perkawinan.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif, dengan menggunakan 2 metode pendekatan yaitu berupa pendekatan perundang-undangan dan metode pendekatan historis. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, serta hasil penelitian menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Prosedur pencatatan perjanjian perkawinan yang dibuat selama perkawinan berlangsung pada akta perkawinan diatur dalam Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Nomor: 472.2/5876/Dukcapil mengenai “Pencatatan Pelaporan Perjanjian Perkawinan” pada tanggal 19 Mei 2017. Kepastian hukum perjanjian perkawinan: sampai saat ini khusus terkait pencatatan pelaporan perjanjian perkawinan di Catatan Sipil, telah dikeluarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Departemen Dalam Negeri Nomor 472.2/5876/DUKCAPIL tanggal 19 Mei 2017 yang ditujukan kepada semua kepala dinas kependudukan dan catatan sipil (Dukcapil) Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, yang mengatur bahwa Dukcapil sebagai instansi pelaksana atau Unit Pelaksana Teknis (UPT) dimana akan dibuat catatan pinggir pada register akta dan kutipan akta perkawinan, sedangkan atas akta perkawinan yang diterbitkan oleh Negara lain namun perjanjian perkawinannya dibuat di Indonesia, pelaporannya dibuat dalam bentuk surat keterangan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melindungi pihak-piahk atas perjanjian perkawinan yang dibuat pada masa perkawinan, diantaranya: (a) perjanjian perkawinan seharusnya dibuat dihadapan Notaris; (b) Perjanjian perkawinan harus dibuat dengan itikad baik para pihak; (c) Perjanjian perkawinian wajib dicatatkan oleh petugas pencatat perkawinan.Kata Kunci: Kajian Hukum, Perjanjian Perkawinan, |
en_US |