Abstract:
Perlindungan terhadap HAM merupakan wujud dari Negara hukum
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Tahun 1945. Peristiwa
penembakan yang terjadi terhadap Muhammad Yasin dan kawan kawan dinilai
sangat tidak sesuai dengan standar prosedur penyidikan sebagaimana diatur dalam
Pasal 18 ayat (1) KUHAP, dan penggunaan senjata api sebagaimana diatur dalam
Pasal 47 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam
Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kaitannya sangat
erat untuk diteliti dengan Pasal 7 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
Hak Asasi Manusia dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Penelitian dilakukan mengunakan jenis penelitian hukum yuridis normatif,
dengan pendekatan perundang-undangan, yang bersifat deskriptif analitis. Teknik
dan alat pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan dan
studi lapangan. Sumber data yaitu data primer dan data sekunder dengan analisis
data kualitatif.
Berdasarkan hasil Penelitian dapat dipahami bahwa bentuk pelanggaran
yang dikategorikan sebagai HAM dimaksud dalam UU Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia tidak tidak ada membagi bentuk-bentuk pelanggaran
HAM. Akan tetapi dalam Pasal 104 UU Nomor 39 Tahun 1999 menjadi dasar
pembentukannya UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia. Sehinga dasar Pasal 104 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 dijadikan
konsiderans menimbang huruf b dalam UU Nomor 26 Tahun 2000. Melihat isi
Pasal 7 UU Nomor 26 Tahun 2000 hanya diatur tentang pelanggaran HAM berat.
Akan tetapi, tidak serta merta perbuatan dari penyidik itu merupakan suatu
perbuatan pelanggaran HAM berat. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oknum aparat Kepolisian dalam
proses penyidikan terbagi dalam 2 (dua) faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Adapun faktor internal terdiri dari faktor Sumber Daya Manusia
(SDM), faktor kurangnya pengawasan penyidikan (Wasidik), faktor pasilitas
prasarana. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari faktor hukum, faktor
masyrakatat, dan faktor budaya. Upaya untuk mencegah terjadinya pelanggaran
HAM oleh uknum aparat Kepolisian dalam proses penyidikan adalah dengan
melaporkan oknum tersebut kepada Propam agar dapat diproses secara etik oleh
internal Kepolisian sesuai Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian