Abstract:
Undang-undang No.21 Tahun 2007 adalah suatu peraturan yang
mengatur tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
(TPPO) atau disebut juga Human Trafficking. Kejahatan perdagangan orang
adalah bentuk modern dari perbudakan manusia, perdagangan orang juga
merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat
dan martabat manusia. Undang-undang TPPO ini menegaskan menentukan
hukum pidana bagi pelaku Trafficking, diharapkan Undang-undang TPPO ini
dapat mengurangi kejahatan trafficking yang terjadi di Indonesia terutama di
Jakarta adalah Ibu Kota dan Pusatnya Pemerintahan Indonesia. Jakarta juga
memiliki tingkat kejahatan yang sangat tinggi, terutama kejahatan trafficking
yang terjadi terhadap anak sebagai korban trafficking.
Kejahatan trafficking bukan hanya terjadi terhadap orang dewasa saja
tetapi anak-anak juga menjadi korban kejahatan trafficking, terhadap mereka
yang sebagai pelaku kejahatan trafficking tersebut diancam dengan hukuman
pidana penjara dan denda, serta dihukum untuk membayar biaya restitusi
bagi korban trafficking. Penelitian ini menggunakan metode deskriftif dengan
menggunakan pendekatan normatif (legal research) untuk memperoleh data
sekunder dan pendekatan empiris (yuridis sosiologis) untuk memperoleh data
primer melalui penelitian lapangan (field research).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang-undang No.21 Tahun
2007 tentang kejahatan trafficking pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat No.885/Pid.Sus/2014/PN.JKT.PST Tgl. 27 Agustus 2014, belum
terlaksana dan belum memenuhi rasa keadilan. Struktur hukum yang sudah
diatur sebagai payung hukum penal guna menjerat pelaku kejahatan dalam
memaksimalkan hukum untuk memberikan efek jera, melalui proses
pemeriksaan ditingkat, Polisi, Jaksa dan Hakim di Pengadilan, sedangkan
dan non penal dalam penanggulangan kejahatan diluar hukum pidana yaitu
dalam upaya pencegahan dan upaya perlindungan bagi korban kejahatan
trafficking.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta Pemerintah
Kabupaten bersama-sama menyelenggarakan upaya pencegahan,
penghapusan dan penanggulangan trafficking melalui pembentukan P2TP2A
(Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak), Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAID).
Akan tetapi fakta di lapangan lembaga-lembaga tersebut tidak berperan aktif
dalam masalah anak dan perempuan.