Abstract:
Salah satu bidang kajian dalam Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) yang cukup
berperan dalam dewasa ini adalah masalah merek (trademark). Pemberian perlindungan
hak atas merek, hanya diberikan kepada pemilik merek yang mereknya sudah terdaftar
saja. Bagi pihak lain yang memproduksi atau memperdagangkan merek yang sudah
terdaftar milik orang lain dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana. Salah satu
persoalan tindak pidana merek yang terjadi terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung
Nomor 2203 K/PID.SUS/2015, yang hakim memutus pihak terdakwa bersalah melakukan
tindak pidana merek. Namun, terdapat keganjilan di dalam putusan hakim karena
berdasarkan fakta persidangan terdakwa tidak memproduksi merek yang mempunyai
kesamaan baik secara nama mapun logo milik korban. Atas dasar itu perlu ditelaah lebih
lanjut atas pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhi sanksi pidana kepada terdakwa.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bentuk tindak pidana merek yang dapat
dimintakan pertanggungjawaban pidana, sanksi pidana tindak pidana merek memproduksi
celana dalam tanpa ada kesamaan nama maupun logo, serta menganalisis analisis Putusan
MA Nomor 2203 K/PID.SUS/2015. Penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian
yuridis normatif dengan menggunakan data yang bersumber dari Hukum Islam dan data
sekunder dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tersier.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bentuk tindak pidana merek yang
dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana yaitu dalam bentuk memproduksi dan
memperdagangkan merek terdaftar yang terdapat kesamaan pada keseluruhannya maupun
pada pokoknya tanpa hak, memproduksi dan memperdagangkan baik yang terdapat
kesamaan pada keseluruhannya atau pada pokoknya yang mengakibatkan gangguan
kesehatan, lingkungan hidup, dan/atau kematian manusia dan memperdagangkan barang,
jasa, produk yang diketahui hasil tindak pidana merek. Sanksi pidana tindak pidana
merek bagi pihak yang memproduksi celana dalam tanpa ada kesamaan nama maupun
logo hanya dapat menggunakan Pasal 91 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, cukup
adanya kesamaan pada pokoknya seperti dari sisi bentuk, cara penetapan, cara penulis
atau kombinasinya apabila terbukti dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 4 tahun
dan denda paling banyak Rp. 800.000.000. Analisis penerapan tindak pidana merek pada
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2203 K/PID.SUS/2015 pada dasarnya putusan
tersebut tidak tepat karena secara bukti fakta dan saksi, celana dalam yang di produksi
oleh terdakwa tidak ada kesamaan secara nama ataupun logo terhadap merek celana
terdaftar milik orang lain. Sedangkan penggunaan Pasal 91 harus adanya kesamaan pada
pokoknya, namun hakim tidak menjelaskan, kesamaan yang terdapat pada pokoknya pada
bagian mana.