Abstract:
Keselamatan sebuah penerbangan tak bisa lepas dari peran pengatur lalu
lintas udara Air Traffic Controller, petugas ATC mengatur dan melayani pilot
yang sedang mengudara di pesawat. Sejak akan mengudara hingga mendarat
kembali, pilot pesawat tak lepas dari komunikasi dengan para petugas di menara
pengatur lalu lintas udara tersebut. Tanggung jawab (liability) diartikan kewajiban
membayar ganti rugi yang diderita, misalnya dalam perjanjian transportasi udara,
perusahaan penerbangan “bertanggungjawab” atas keselamatan penumpang dan/atau
barang kiriman, sebagai wajib membayar ganti kerugian yang diderita oleh
penumpang dan/atau pengirim barang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan hukum tentang bukti
tidak langsung yang digunakan dalam prosedur/mekanisme bukti tidak langsung
berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan. Jenis
dan pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris dengan sifat
penelitian deskriptif, yang menggunakan data hukum islam dan data sekunder.
Data diperoleh dengan cara menganalisis studi kasus yang berkaitan dengan
penelitian. Kemudian, data diolah dengan menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rumusan delik dari
pidana dibidang penerbangan bagi ATC dalam perspektif UU RI. No. 1 Tahun
2009 Tentang Penerbangan secara umum diatur dalam Pasal 479 huruf
(a) sampai dengan 479 huruf (r). Pertanggungjawaban pidana bagi ATC terhadap
kecelakaan pesawat udara yaitu terpenuhinya terlebih dahulu unsur-unsur
pertanggungjawaban pidana yang meliputi: kemampuan bertanggung jawab,
kealpaan atau kelalaian ataupun keselahan serta tidak adanya alasan pembenar.
Sistem pemidanaan terhadap ATC atas terjadinya kecelakaan pesawat udara yaitu
dapat menggunakan dari teori integratif yang mana dalam hal ini menitik beratkan
pembalasan, akan tetapi tidak boleh melampaui batas apa yang perlu dan sudah
cukup untuk dapat mempertahankan tata tertib masyarakat.