Abstract:
Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah sudah mulai banyak terjadi di Indonesia
dikarenakan adanya syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi masyarakat apabila
ingin mencalonkan diri kepada Instansi tertentu untuk memperoleh kedudukan
terutama pada Anggota Legislatif. Kerap kali pemalsuan Ijazah ini dilakukan
semata-mata hanya untuk kepentingan dan keuntungan pribadi agar bisa mencapai
tujuannya sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji putusan
pengadilan negeri takalar (Nomor 2154 K/Pid.Sus/2019) yang dinilai Mahkamah
Agung keliru dalam memutuskan perkara pemalsuan ijazah tersebut. Sehingga
adanya pengurangan pemberian hukuman kepada terdakwa yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, sifat
penelitian deskriftif yang menggunakan sumber data sekunder yang diperoleh
melalui bahan kepustakaan, yaitu seperti peraturan perundang-undangan, dokumen,
buku, laporan, dan hasil penelitian terdahulu dan dituangkan dalam bentuk
analasisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dipahami bahwa Pengaturan Hukum
terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah dalam Proses Pencalonan Anggota
DPRD termuat dalam Pasal 68 ayat (1) ayat (2) dan Pasal 69 ayat (1) dan (2)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang
selanjutnya disebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 263.
Tetapi, Pertanggungjawaban atas Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah dalam Proses
Pencalonan Anggota DPRD dalam kajian hukum pidana seharusnya membayar
denda dan hukuman penjara sesuai dengan Pasal 263 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) dan pasal 69 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jika dilihat lagi, Akibat hukum
Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah dalam Proses Pencalonan Anggota DPRD dalam
kasus ini menjatuhkan putusan dengan lamanya pidana hanya selama 6 (enam)
bulan.