Abstract:
Jimly Asshiddiqie berpandangan bahwa jika yang bersengketa adalah
lembaga negara independen yang memiliki constitutional importance yaitu
lembaga negara independen yang meskipun secara eksplisit tidak diatur dalam
UUD NRI Tahun 1945 tetapi memiliki kepentingan konstitusional maka lembaga
yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa semacam itu adalah Mahkamah
Konstitusi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan
penyelesaian sengketa kewenangan lembaga negara, untuk mengetahui model
penyelesaian sengketa kewenangan lembaga negara, dan untuk mengetahui
penyelesaian sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya tidak
bersumber dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum yang bersifat deskriptif
analisis dan menggunakan jenis penelitian yuridis normatif. Melalui penelitian
deskriptif, peneliti berusaha mendiskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi
pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan mengolah data dari bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa Dalam ketentuan teknis
penyelesaian sengketa kewenangan lembaga Negara oleh MK telah ditetapkan
dalam UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK. Pengaturan tentang hukum acara
tersebut termuat dalam Bab V Undang-Undang tersebut yang disusun dalam 12
bagian. Tidak semua lembaga negara independen yang sumber kewenangannya
berasal dari ketentaun undang-undang, yang sifat dan fungsinya sebagai state
auxiliary organ dapat menjadi subjectum litis dalam perkara sengketa
kewenangan lembaga negara di mahkamah Konstitusi. Hal tersebut dicualikan
pada lembaga-lembaga negara yang memiliki constitutional importance dan
memiliki kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan.
Secara yuridis formal sebagaimana rumusan Pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun
1945 dan, Pasal 10 ayat (1) huruf b Undang-Undang MK sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang MK, juncto Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Kekuasaan
Kehakiman, salah satu kewenangan MK adalah mengadili pada tingkat pertama
dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD; meskipun demikian,
dalam Putusan Nomor 03/SKLN-XI/2012, MK membuat yurisprudensi dengan
menegaskan kedudukan Bawaslu meskipun sebagai lembaga negara yang
dibentuk berdasarkan ketentuan UU Penyelenggaraan Pemilu.