Abstract:
Pertanggung jawaban pidana mengandung makna bahwa setiap orang
yang melakukan kesalahan harus mempertanggungjawabkan perbuatan nya
sebagaimana dirumuskan di dalam undang-undang akan tetapi dalam undangundang
kitab hukum pidana (KUHP) Pasal 44 ayat 1 berbunyi Barang siapa yang
mengerjakan seuatu perbuatan yang tidak dapat di pertanggungkan kepadanya
karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal tidak boleh
dihukum. Di dalam hukum pidana di indonesia apabila mereka melakukan
kejahatan tidak bisa dihukum karena ada unsur alasan pemaaf yang terdapat di
pasal 44 KUHP.
Hal ini menimbulkan permasalahan dalam skripsi ini. Kriteria orang yang
kurang sempurna akalnya menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana?
Bagaimana pemidanaan pelaku tindak pidana pembunuhan yang kurang sempurna
akalnya?, serta Bagaimana analisis hukum terhadap perbuatan pelaku tindak
pidana pembunuhan yang kurang sempurna akalnya dalam Putusan Nomor :
302/PID/2019/PT.BDG.
Dari pembahasan diketahui bahwa Undang-undang No 18 Tahun 2014
tentang kesehatan jiwa juga mengatur tentang kriteria Orang kurang sempurna
akalnya. Bagi pelaku tindak pidana yang mengalami gangguan kejiwaan tidak
dapat di pidana karena ada unsur alasan pemaaf di dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana pada Pasal 44 ayat (1) yang berbunyi: Tiada dapat di pidana
barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit
berubah akal. Analisis peneliti terkait dengan putusan lepas terhadap pembunuhan
yang dilakukan karena kurang akalnya, pada dasarnya peneliti tidak sependapat
dengan Majelis Hakim, sebab jika dikaitkan dengan teori psikogenesis dalam
kajian kriminologi, sebagaimana dalam teori tersebut mengungkapkan bahwa
perilaku jahat merupakan reaksi terhadap masalah psikis, sehingga jika
dihubungkan dengan perbuatan pembunuhan yang dilakukan terdakwa, maka
dapat dikatakan bahwa perbuatan terdakwa dilakukan karena emosi yang muncul
pada saat itu, walaupun ahli kedokteran/psikiater mengatakan terdakwa telah
kurang akalnya, akan tetapi menurut peneliti bisa jadi hilangnya akal terdakwa
muncul akibat atau setelah pembunuhan terjadi, bukan karena terdakwa memiliki
riwayat kejiwaan dari awal atau sebelum dan pada saat pembunuhan dilakukan.