Abstract:
Perkembangan teknologi di masyarakat ternyata membawa dampak dalam bidang
hukum, khususnya mengani alat bukti dalam hukum acara pidana. Hukum acara pidana di
Indonesia, telah mengatur bahwa alat bukti yang sah tidak hanya memenuhi syarat
materiil, tetapi juga harus memenuhi persyaratan formil yang telah diatur dalam undangundang.
Pada dasarnya KUHAP telah mengatur mengenai jenis-jenis alat bukti beserta
dengan prosedur pengajuannya di persidangan. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik sebagai dasar hukum alat bukti elektronik tidak mengatur mengenai
prosedur atau tata cara pengajuan alat bukti elektronik di Pengadilan, sehingga seringkali
alat bukti elektronik ini tidak memiliki nilai kekuatan pembuktian seperti alat bukti
konvensional dalam KUHAP. Oleh karena itu alat bukti elektronik tersebut tidak
dijadikan bahan pertimbangan oleh hakim dalam menjatuhkan putusan, dengan kata lain
tidak sah. Penggunaan dokumen elektronik sebagai alat bukti dalam mengungkap
kejahatan internet dapat dilihat dalam kasus prostitusi online yang terjadi akhir-akhir ini
melalui media sosial.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan metode pendekatan
hukum normatif (yuridis normatif) dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Alat
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data berupa studi dokumen
dan penelusuran kepustakaan.
Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa pengaturan alat bukti elektronik
dalam tindak pidana prostitusi melalui media sosial diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2)
jo. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UndangUndang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Adapun
proses pembuktian dalam tindak pidana prostitusi melalui media sosial dengan
menggunakan dokumen elektronik mulai dari penyidikan, penuntutan, pemeriksaan
sidang pengadilan, putusan, dan upaya hukum. Kendala dalam pembuktian terhadap
tindak pidana prostitusi melalui media sosial dengan menggunakan dokumen elektronik
dimana sangat rentan untuk dimanipulasi, sehingga keaslian alat bukti dokumen
elektronik sangat penting dalam pembuktian. Kendala selanjutnya yaitu karena sampai
saat ini belum ada Standard Operating Procedure (SOP) dalam pengambilan alat bukti
elektronik. Padahal mengingat kasus-kasus yang bersinggungan dengan cyberspace dan
elektronik sudah berkembang.