Abstract:
Hakim memeriksa tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang
memperhatikan syarat subyektifnya, yaitu adanya kesalahan, kemampuan
bertanggungjawab seseorang, dan tidak ada alasan pemaaf baginya. Selain itu
hakim juga memperhatikan syarat obyektifnya, yaitu perbuatan yang dilakukan
telah memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum, dan tidak ada alasan
pembenar. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ketentuan hukum tentang
putusan lepas dari tuntutan hukum, pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
putusan lepas dari tuntutan hukum dalam tindak pidana penggelapan secara
berlanjut dan pencucian uang, serta analisis putusan No. 345/Pid.B/2016/PN.Tng
terhadap putusan lepas dari tuntutan hukum dalam tindak pidana penggelapan
secara berlanjut dan pencucian uang.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan
pendekatan perundang-undangan, yang didukung dengan data yang didapat dari
data kepustakaan diantaranya buku-buku, peraturan perundang-undangan, serta
Putusan Pengadilan, dan dalam hal ini data diolah dengan menggunakan analisis
kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa Ketentuan hukum tentang putusan
lepas dari tuntutan hukum diatur dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP yang
berbunyi: “Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan
kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak
pidana, maka terdakwa diputus lepas dari dari segala tuntutan hukum”.
Pertimbangan hakim dimana hakim mempertimbangkan terhadap fakta-fakta
hukum yang terungkap dipersidangan yang dihubungkan antara keterangan para
saksi, ahli dan alat bukti yang diperlihatkan dipersidangan, serta majelis Hakim
mempertimbangan terhadap penerapan unsur-unsur perbuatan pelaku yang
didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum. Analisis putusan No.
345/Pid.B/2016/PN.Tng terhadap putusan lepas dari tuntutan hukum dalam tindak
pidana penggelapan secara berlanjut dan pencucian uang, maka ketika hakim
mempertimbangkan perbuatan Terdakwa adalah perbuatan perdata bukan
perbuatan tindak pidana (onslagh). Sebagaimana perbuatan terdakwa terbukti
melakukan perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa sebagaimana dakwaan,
tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa berhak
untuk mendapatkan rehabilitasi dengan memulihkan haknya dalam kemampuan,
kedudukan, harkat serta martabatnya.