Abstract:
Dengan kemajuan teknologi sekarang ini seorang anak dapat dilahirkan
dengan tanpa adanya hubungan seksual antara suami istri. Tentu dengan kemajuan
teknologi ini dapat membantu pasangan suami istri yang kesulitan untuk
mendapatkan anak. Akan tetapi dampak dari kemajuan teknologi tersebut, timbul
sebuah permasalahan mengenasi kedudukan anak hasil inseminasi buatan tersebut
ditinjau dari hukum Islam dan hukum perdata, bagaiamana hak mewarisi anak
hasil inseminasi buatan tersebut ditinjau dari hukum Islam dan hukum perdata,
serta bagaimana kedudukan hukum kewarisan Islam menurut peraturan
perundang-undangan di Indonesia.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan
pendekatan perundang-undangan dengan menggunakan sifat penelitian deskriptif
yang diambil dari data sekunder melalui bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder serta bahan hukum tersier.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa anak hasil inseminasi
buatan menurut hukum Islam berkedudukan sebagai anak sah apabila inseminasi
buatan tersebut dilakukan setelah adanya ikatan perkawinan. Menurut hukum
perdata kedudukan seorang anak sah atau tidaknya dilihat dari apakah anak
tersebut lahir dalam sebuah ikatan perkawinan yang sah atau tidak. Perkawinan
yang menurut hukum perdata adalah perkawinan yang sesuai dengan agama
masing-masing pasangan. Nasab anak hasil inseminasi buatan menurut hukum
Islam didasarkan juga atas apakah proses inseminasi yang dilakukan setelah
adanya ikatan perkawinan atau tidak. Jika sudah ada ikatan perkawinan maka
nasab anak tersebut adalah atas ayahnya sedangkan anak hasil inseminasi buatan
yang proses inseminasinya terjadi sebelum adanya pernikahan maka nasab anak
tersebut dinasabkan kepada ibunya. Hak mewaris anak hasil inseminasi buatan
menurut hukum Islam atas anak tersebut dilihat apakah anak tersebut adalah anak
sah atau tidak. Jika ia merupakan anak sah serta bernasab kepada ayahnya maka ia
berhak atas waris seperti anak yang dilahirkan secara alami. Sedangkan menurut
hukum perdata hak mewaris anak hasil inseminasi buatan yang sah maka sama
seperti biasanya, akan tetapi terhadap anak hasil inseminasi buatan tanpa adanya
perkawinan terlebih dahulu dianggap statusnya sebagai anak luar kawin dan
berhak juga mendapat waris tetapi berbeda porsi dengan anak sah. Kedudukan
hukum waris Islam di Indonesia telah diakui sebagai salah satu aturan hukum
yang berlaku sesuai dengan Pasal 29 ayat 1 UUD 1945.