Abstract:
Perkawinan adalah suatu cara manusia menyatukan diri dengan manusia
lainnya dengan suatu ikatan yang suci. Pada dasarnya perkawinan dilakukan oleh
orang yang sudah dewasa karena dianggap telah memiliki kematangan emosi, dan
sudah siap lahir dan batin. Undang-undang No 16 Tahun 2019 atas perubahan
Undang-undang No 1 Tahun 1974 pada Pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa
wanita dan pria dapat menikah jika mereka telah mencapai umur 19 dan pada ayat
(2) menyatakan jika belum mencapai umur tersebut maka orang tua pria atau
wanita dapat meminta dispensasi ke pengadilan. Pada hakikatnya di peraturan
perundang-undang yang terdapat di Indonesia tidak mengatur alasan-alasan atau
ciri-ciri anak yang mendapatkan dispensasi kawin sehingga hakim lah yang
menentukan layak atau tidak anak tersebut mendapatkan dispensasi kawin.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji hal yang menjadi faktor
dan alasan seseorang mengajukan dispensasi kawin terhadap anak di bawah umur,
akibat hukum yang terjadi jika anak tersebut mendapat dispensasi kawin, serta
mengetahui bagaimana pertimbangan hakim dalam memberikan dispensasi kawin
terhadap anak di bawah umur.
Penelitian ini menggunakan metode library research atau penelitian
kepustakaan. Adapun sumber data yang digunakan adalah data-data sekunder
dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tersier. Data akan dianalisa dengan metode bersifat deskriptif, yaitu
penelitian yang hanya semata-mata melukiskan keadaan obyek atau peristiwanya
tanpa suatu maksud untuk mengambil kesimpulan-kesimpulan yang berlaku
secara umum.
Berdasarkan analisa data dapat diambil kesimpulan bahwa faktor dan
alasan Pemohon untuk meminta dispensasi perkawinan beragam tetapi dapat
dilihat pada putusan NO 50/PDT.P/2020/PA/PKY dimana alasan yang diajukan
selalu sama dan segaris serta pertimbangan hakim juga selalu sama yaitu
memberikan dispensasi dengan cara menarik maslahah dan tdak boleh menimpaka
madrat. Dalam hal kategori dewasa hakim juga berpacu kepada hukum Islam yang
menggunakan aqil dan baligh seseorang sebagai batas orang tersebut dianggap
dewasa. Pemerintah di harapkan dapat memuat suatu peraturan yang memuat
tentang ciri atau alasan seseorang boleh meminta dispensasi kepada pengadilan.