Abstract:
Kasus pemutusan hubungan kerja bukanlah kasus yang sulit untuk
ditemukan. Salah satu kasus Pemutusan Hubungan Kerja yang terjadi adalah kasus
Perselisihan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri Medan antara perusahaan
asuransi PT. Asuransi Jiwa Kresna melawan William Winata sebagai pemegang
jabatan supervisor, dengan nomor putusan 248/Pdt.Sus-PHI/2019/PN. Mdn. Pada
tanggal 22 Juli 2017 William Winata mengirimkan surat yang ditujukan kepada PT.
Asuransi Jiwa Kresna perihal peninjauan kembali atas isi surat perintah mutasi yang
pada inti permohonannya bersedia di mutasi dengan meminta biaya mutasi akan
tetapi tidak mendapat tanggapan dan permohonan bipartit olehnya juga diabaikan
oleh Tergugat sehingga bipartit dianggap gagal, mutasi yang dilakukan Tergugat
adalah mutasi akal-akalan yang sangat dipaksakan untuk menghindari kewajiban
dan tanggung jawab atas hak-hak karyawan karena perubahan System Agency.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui aturan hukum di indonesia mengenai
pemutusan hubungan kerja secara sepihak yang dilakukan oleh perusahaan, untuk
mengetahui faktor penghambat pelaksanaan putusan PHI, dan untuk mengetahui
analisis hukum terhadap pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan dalam putusan
nomor 248/pdt.sus-PHI/2019/pn.mdn
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan
pendekatan yuridis sosiologis (empiris) yang diambil dari data sekunder dengan
mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier.
Berdasarkan penelitian dipahami bahwa Putusan Nomor 248/Pdt.SusPHI/2019/Pn.Mdn merupakan putusan yang nilai gugatannya di bawah Rp.
150.000.000 sehingga segala pembebanan biaya perkaranya ditanggung oleh
pemerintah. Adapun faktor penghambat pelaksanaan putusan tersebut secara umum
dikarenakan anggaran dari pemerintah yang terbatas untuk membiayai eksekusi dan
adanya ketidakpastian jangka waktu kapan biaya eksekusi akandicairkan. Dalam
amar putusan Pengadilan Hubungan Industrial dalam perkara Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) yang memerintahkan agar pengusaha membayar hak-hak pekerja yang
diPHK, amar putusan yang demikian itu bisa dieksekusi atau dilaksanakan karena
bersifat condemnatoir atau penghukuman. Ada kemungkinan pengusaha tidak
melaksanakan putusan untuk membayar hak-hak pekerjakan pekerja/buruh
tersebut. Jika pengusaha tidak melaksanakan putusan yang demikian itu maka
pengusaha tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum.