Abstract:
Hakim merupakan penegak hukum yang pelaksanaan tugasnya harus
merdeka dan mandiri, yang mana dalam menjatuhkan putusan suatu perkara
hakim harus dengan seadil-adilnya dan harus mempertimbangkan apa yang terjadi
di hadapan ruang sidang dan putusan tersebut harus tidak mencederai hukum dan
keadilan di Negara Indonesia. Sejalan dengan itu, maka hakim dalam perkara
penyalahgunaan pengangkutan niaga bahan bakar minyak bersubsidi pun harus
memberikan putusan yang seadil-adilnya dan tidak mencederai hukum yang ada.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan hukum tentang
penyalahgunaan pengangkutan niaga bahan bakar minyak bersubsidi, dan juga
ingin mengetahui bentuk-bentuk penyalahgunaan bahan bakar minyak bersubsidi,
dan mengetahui analisis putusan yang diberikan oleh hakim dalam nomor putusan
140/Pid.Sus-LH/2016/PN.Sbg. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif
data penelitian ini diperoleh dari data ekunder, alat pengumpul datanya studi
dokumentasi.
Penyalahgunaan pengangkutan niaga bahan bakar minyak bersubsidi
diatur dalam Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 2001 tentang Minyak Bumi dan
Gas. Ada beberapa bentuk penyalahgunan pengangkutan niaga bahan bakar
minyak bersubsidi yaitu alat angkut yang digunakan dalam pengangkutan bahan
bakar minyak seperti harus mobil tangki yang memenuhi standar dalam
pengangkuta bahan bakar minyak, wadah yang menjadi tempat bahan bakar
minyak bersubsidi bersifat mudah terbakar dan berpeluang dapat menimbulkan
bahaya dan berdampak umum, jika seseorang tidak memiliki izin pengangkutan
niaga oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang diterbitkan
Instansi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas), pengemudi
yang menjalankan armada angkut tidak memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan, tidak dilatih dengan semestinya, mengkonsumsi minuman
keras/mabuk atau obat-obatan terlarang serta melakukan kegiatan yang
membahayakan. Dalam Putusan Nomor putusan 140/Pid.Sus-LH/2016/PN.Sbg
hakim telah mempertimbangkan unsur Pasal 55 tersebut, dan unsur dalam pasal
tersebut keseluruhan terpenuhi terhadap tindakan yang dilakukan terdakwa,
namun hasil putusan yang ditetapkan hakim tidak sejalan dengan pertimbangan
yang hakim pertimbangkan, sehingga mengakibatkan putusan yang di tetapkan
hakim tidak memiliki efek jera baik kepada terdakwa maupun masyarakat
Indonesia lainnya.