Abstract:
Jual beli saham sudah jelas diatur di dalam Pasal 56, 57, 58, dan 59
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sistem jual
beli saham di dalam PT Tutup pada dasarnya harus menawarkan terlebih dahulu
kepada pemegang saham lainnya di dalam perseroan, sedangkan PT Terbuka bisa
langsung menjual sahamnya kepada umum di bursa efek. Pembatalan perjanjian
adalah suatu keadaan membawa akibat suatu hubungan kontraktual itu tidak
pernah ada. Pembatalan juga tidak terjadi dengan sendirinya dengan adanya
wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak, melainkan harus dimintakan
kepada hakim, dan hakimlah yang akan membatalkan perjanjian itu dengan
keputusannya. Sedangkan akibat hukum dari pembatalan jual beli menurut KUH
Perdata adalah pengembalian pada posisi semula sebagaimana halnya sebelum
terjadinya perjanjian. Tetapi pengaturan pembatalan perjanjian jual beli saham
tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas.
Dalam penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan
pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah yuridis normatif yang
diambil dari data sekunder yang menggunakan peraturan perundang-undangan
dan melalui studi kepustakaan, dengan mengolah data dari bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian menggunakan
metode analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa akibat hukum dari
pembatalan perjanjian menurut Pasal 1451 dan Pasal 1452 KUH Perdata adalah
pengembalian pada posisi semula sebagaimana halnya sebelum terjadi perjanjian.
Akibat pembatalan perjanjian dapat dilihat dari dua aspek, pertama adalah
pembatalan terhadap perjanjian yang melanggar syarat subjektif sahnya perjanjian
sehingga dapat dibatalkan, dan kedua adalah pembatalan ter