Abstract:
Perjanjian kerja secara lisan merupakan perjanjian yang
kesepakatan/klausul yang diperjanjikan disepakati secara lisan. Perjanjian lisan
seperti ini tetaplah sah, tetapi yang menjadi masalah adalah jika ada sengketa yang
lahir terkait dengan perjanjian ini maka para pihak akan kesulitan melakukan
pembuktian. Akibat pemberlakuan perjanjian kerja secara lisan belakangan ini
banyak menimbulkan permasalahan rumit yang terjadi antara pengusahan dengan
pekerja. Realitanya di lapangan bahwa pekerja masih diperlakukan secara
semena-mena, hak-hak pekerja banyak yang diabaikan. Kedudukan hukum para
pekerja secara realitas dan aspek kesejahteraan saat ini masih sangat lemah. Salah
satu contoh permasalahan yang timbul dalam PKWTT tersebut adalah saat pekerja
diberhentikan secara tiba-tiba.
Penelitian ini bertujuan agar dapat mengetahui tentang syarat perjanjian
kerja antara perusahaan dengan pekerja yang dibuat secara lisan, untuk
mengetahui akibat hukum perjanjian kerja yang dibuat oleh perusahaan terhadap
pekerja dalam perjanjian kerja secara lisan, untuk mengetahui perlindungan yang
dilakukan perusahaan terhadap pekerja dalam perjanjian kerja yang dibuat secara
lisan. Penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris yaitu dengan melihat
realita yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu akibat hukum
terhadap perusahaaan yang melakukan perjanjian kerja secara lisan di Dinas
Ketenagakerjaan Kota Medan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dipahami beberapa hal
mengenai, syarat perjanjian kerja antara perusahaan dan pekerja yang dibuat
secara lisan harus membuat surat pengangkatan sebagai pekerja tetap dengan
identitas yang jelas. Akibat hukum perjanjian kerja yang dibuat oleh perusahaan
terhadap pekerja secara lisan akan menimbulkan akibat hukum antara lain
timbulnya hak dan kewajiban antara perusahaan dengan pekerja, seperti
Perlindungan hukum terhadap pekerja yang perjanjian kerjanya dibuat secara lisan
antara lain hak dan kewajiban masing-masing dilindungi oleh undang-undang.
Berdasarkan azas kepastian hukum, perjanjian haruslah dibuat secara tertulis
untuk memastikan bahwa hukum dijalankan dengan baik sehingga tidak
menimbulkan kerugian bagi siapapun khususnya bagi para pihak dalam perjanjian
tersebut. Sedangkan perjanjian tidak tertulis akan menimbulkan permasalahan
ketidakpastian hukum yang diakibatkan oleh sulitnya pembuktian adanya
perjanjian tersebut