Abstract:
Penyelesaian sengketa pajak yang adil, diperlukan jenjang pemeriksaan
ulang vertikal yang lebih ringkas. Penyelesaian sengketa pajak berdasarkan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 Tentang Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak yang selama ini dilaksanakan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
(BPSP) banyak mengandung kelemahan. Beberapa kelemahan tersebut antara lain
adanya kewajiban melunasi seluruh jumlah pajak yang terutang sebelum
mengajukan banding, tidak adanya kesempatan bagi Wajib Pajak untuk melakuk.
Jenis penelitian skripsi ini menggunakan penelitian yuridis normatif, yang
bersifat deskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan
dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai
perjanjian dan bahan hukum lainnya dibidang perikatan. Penelitian ini
menguraikan atau memaparkan sekaligus menganalisis permasalahan mengenai
kekuatan hukum akta pengikatan jual beli hak atas tanah yang dibuat dihadapan
notaris dan faktor-faktor penyebab terjadinya pembatalan akta pengikatan jual beli
tanah serta akibat hukum dari pembatalan akta pengikatan jual beli tanah yang
dibuat dihadapan notaris.
Putusan bebas pengaturannya terdapat dalam Pasal 191 ayat (1)
KUHAP sebagai berikut: “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil
pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan
kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus
bebas.” Penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan “perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti sah dan
meyakinkan” adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar
pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut
ketentuan hukum acara pidana. Putusan lepas diatur dalam Pasal 191 ayat (2)
KUHAP, yang berbunyi:“Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang
didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu
tindakan pidana. Bahwa adanya novum (hal-hal baru) dalam permohonan
peninjauan kembali Pemohon/Terpidana yang sudah ada pada saat sebelum Judex
Juris menjatuhkan putusan berupa putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUUVIII/2010 tanggal 9 September 2011 yang membatalkan ketentuan-ketentuan
Pasal 21 jo Pasal 47 ayat (1) Undang Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan yang dijadikan dasar dakwaan, penuntutan dan pemidanaan
Terdakwa. Bahwa dengan bersandar asas hukum ini, maka dalam mengajukan
upaya hukum luar biasa, sudah sepatutnya hukum baru, yaitu Putusan Mahkamah
Konstitusi a quo, menjadi pertimbangan diputusnya permohonan Peninjauan
Kembali.